Friday 17 February 2017

Kelok 9, Si Alinyemen Cantik di Sumatera Barat

Malam ini jam sudah menunjukan pukul 2 pagi, saya sulit tidur karena otak kanan saya masih bekerja. Ayah saya bilang saya anak yang dominan otak kanan namun kuliah dengan major yang mengasah otak kiri, harusnya saya masuk jurusan yang berbau art, budaya, atau sastra, bukan teknik. Tapi sejauh ini saya tidak menyalahkan hal-hal yang sudah terjadi. Sejauh ini otak kanan dan kiri saya bekerja secara berimbang dan saling mendukung satu sama lain, namun penyakitnya akhir-akhir ini otak kanan saya menguasai diri begitu banyak, dan membuat saya kesulitan tidur. 

Berawal dari sedikit stress mengenai progress TA, sibuk membaca referensi dan berpikir-pikir sedari tadi, dan sekarang saya menghadiahkan waku untuk otak kanan saya yaitu dengan menulis. Kali ini saya akan bercerita tentang si manis dari jembatan ancol, eh bukan, tapi tentang Si Alinyemen Cantik di Sumatera Barat.

Berawal dari keinginan saya sejak 2,5 tahun lalu "Ayah, libur lebaran ini kita ke kelok 9 yuk", 2,5 tahun lalu saat lebaran paginya cuaca cerah, tak ada awan gelap dan tak ada hujan, saat lebaran 2 tahun lalu berencana kesana bukan semata-mata ke kelok 9 sja, tetapi juga mengunjungi adik bungsu ayahku di Bukittinggi sekalian bersilaturahmi, serta mengunjungi keluarga lainnya disana, namun perjalanan tak membuahkan hasil, kita telah sampai pada sekitar 10 km dari lokasi kelok 9, hujanpun datang medera begitu deras, langitpun gelap, dan pada akhirnya kita kembali pulang. Aku tak mendapatkan 1 pun gambar kelok cantik kesukaanku.

Aku memasuki semester 4, dan aku mengambil mata kuliah geometri jalan, aku menemukan gambar kelok 9 dari salah 1 print-an slide mata kuliah itu, hatiku semakin berbunga-bunga dan saat melihat indahnya kelok cantik yang melingkari perbukitan itu. Dan kembali aku menghasut ayah, "yah nanti kita ke kelok 9 ya yah?", lagi-lagi ayah berjanji akan mewujudkan keinginanku.

Liburan semester 7 pun datang, setelah di dera dan di hantam bertubi-tubi badai tugas besar perteknik sipilan, bahkan masuk minggu pertama libur masih dihabiskan di depan laptop karna mengerjakan laporan tugas beton lanjut, ini bukanlah suatu keanehan, ini adalah hal yang lumrah bagi penduduk teknik sipil di manapun berada. Setelah laporan selesai penuh derai keringat, akhirnya bisa menghela nafas lega dan menikmati yang disebut indahnya liburan, sebelum memasuki hororweek ol.akademik, dimana hantu ol. akan bergentayangan menyebabkan kegalauan pada sebagian mahasiswa Ganesha, aku akhirnya bersama ayah tercinta menemui si kelok cantik kesukaanku, kelok 9.

Kelok 9 ini berada sekitar 30 km dari kota Payakumbuh, dan sekitar lebih dari 130 km dari kota Padang, jika ditempuh dengan motor pada kecepatan normal menghabiskan waktu 4 jam perjalanan. Sepanjang jalan menuju kelok 9 saya sibuk memandang sawah dan indahnya gunung Marapi serta gunung Sago, dan sesekali kepala saya mulai menekur ke depan karena mengantuk. Namun kelok 9 semakin lama semakin dekat, rasa kantukpun menghilang, degup jantungkupun semakin berdetak kencang, mungkinkah aku sedang jatuh cinta?? oh bukan, ini karna hormon kebahagiaanku sedang meningkat saja saat berada di dekat si cantik kelok 9. Jika kita telaah berdasarkan arti kata "Kelok 9" artinya adalah kelok=tikungan, belokan, jadi maksudnya terdapat 9 belokan dan dulunya di kelok 9 versi lama itu tikungannya sangat-sangat tajam, sebelah kanan jalan terdapat jurang (ngeri), dan beresiko rawan kecelakaan, tikungannya yang sulit namun lalu lintas nya padat, karna jalan ini merupakan jalan lintas jalur utama yang menghubungkan sumbar dan Pekanbaru, bentuk geometri yang sulit ini di dukung oleh salah satu faktor alam yang memang kawasannya melalui perbukitan. Sehingga di bangunlah kelok 9 baru, dengan bentuk fly over dan di resmikan pada tahun 2013 oleh Presiden SBY. Dengan di bangunnya fly over ini, bentuk tikungan 9 yang baru adalah, radiusnya lebih manusiawi alias radiusnya lebih besar karena sudah di desain sesuai standar perancangan geometri jalan, jalannya lebih lebar, dan pengemudi kendaraan tidak perlu menurunkan kecepatan secara signifikan dan dari segi keselamatan jadi lebih baik, segi estetika juga indah, serta memberikan dampak ekonomi pada masyarakat setempat.

Bagi saya sebagai mahasiswi teknik sipil, untuk datang kesini bukan hanya sekedar foto-foto, tapi juga ingin melihat bagaimana radius tikungannya yang besar, pier-pier jembatannya, membayangkan real construct yang yang berawal dari design diatas kertas, sebagai calon engineer, saya ingin "perasaan engineering" itu harus dapat tumbuh pada diri saya (mengutip kata dosen statika saya) dan kemudian saya mendeskripsikan pada ayah ini jenis tikungannya "scs", "circle", "ss", (hal receh yang berarti bagi pembicaraan saya dan ayah), dan ah sudahlah tidak dapat saya katakan bahwa saya sangat senang ditemani ayah kesini. 

Daripada saya menjelaskan dengan kata-kata saja, lebih baik kita lihat dulu gambar-gambar jepretan saya.

Ini salah satu gambar hasil jepretan saya yang saya edit, di postingan saya di media sosial banyak yang bertanya-tanya, saya menggunakan aplikasi apa?, jawabannya adalah Picsart. Saya tak perlu mencantumkan sumber gambar karna ini memang hasil dokumentasi pribadi saya.





Lihatlah betapa cantiknya kelok ini, namun tempat berfotonya kurang safety, dan maafkan aku juga melanggar safety... Padahal di lapangan harus mematuhi slogan ini "Safety First!!". Maafkan kesalahanku kali ini yang terlalu narsis berfoto dan lupa saftey. Peringatan, bagi ke depannya ingin berselfi, selfi ria disini, utamakan keselamatan ya, banyak jurang soalnya. Saran dariku: di setiap spot foto minimal harus ada di pasang pagar, atau jaring, dan perlu adanya peringatan ketat mengenai pentingnya keselamatan, selain itu pengunjung harusnya lebih aware juga terhadap keselamatan diri sendiri. ok??, dan pesan terakhir jangan buang sampah sembarangan, alam ini bukan milik kita, tapi adalah pinjaman dari generasi cucu cucu kita, rawatlah dengan baik, dan pandanglah keindahannya tanpa merusaknya.


Foto yang ada kabut-kabutnya aku ambil saat ke kelok 9 yang ke 3 kalinya, saat itu aku jalan-jalan ke Pekanbaru dan melewati tikungan ini, dan memoto lagi.

Dan ini aku bersama si alinyemen cantik kelok 9
Dan Ayah bersama Si kelok 9
Mungkin sekianlah sedikit cerita ceritaku mengenai liburan semester 7, untuk tau cerita perjalanan lainnya, jangan lupa follow atau bookmark, hanya di annisajalanjalan.blogspot.id. Serta jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar, baik itu kritik dan saran yang membangun untuk blog ini. Terima kasih. 





google-site-verification: google68e19b48f066514e.html

Friday 10 February 2017

Stone Garden si Cappadocia ala Indonesia

Senin 6 Februari ...
Orang bilang Februari adalah bulan yang romantis, yang katanya terdapat hari kasih sayang... Saya pikir tak begitu, Februari adalah bulan di mana Bandung seringkali di dera hujan di pagi hari, hampir setiap hari langit meneteskan air mata membangunkanku dari tidur. Daripada galau mikirin hujan di Februari, mending kita bahas salah satu wisata menarik yang ada di Bandung.

Salah satu destinasi wisata yang bagus di Bandung adalah Stone Garden, berada di Padalarang, sekitar lebih 30 km dari kota bandung. Stone Garden salah satu objek wisata yang dapat di tempuh dengan biaya minim. Yaitu dengan insert masuk cukup Rp. 5.000,- , kita sudah bisa menikmati indahnya Cappapodia ala Indonesia. Meskipun di bilang cukup jauh, perjalanan menuju tempat ini dapat di tempuh dengan kendaraan umum. Pada senin kemaren, untuk ke tempat ini aku bersama temanku pukul 6.20 pagi sudah berangkat dari Dago menuju stasiun Bandung dengan menaiki angkot cisitu, kemudian memesan tiket kereta keberangkatan menuju Padalarang, dengan biaya 4000. pukul 8.15 sampai di stasiun Padalarang. Kemudian kita langsung menuju angkot tujuan Stone Garden yang berwarna kuning, ongkos sekitar 4000 atau 5000 saja.
Pukul 8.45 akhirnya sampai di jalan menuju Stone Garden, untuk kesini memang membutuhkan waktu yang cukup lama, saya kembali melnjutkan perjalanan yang medannya menanjak dan jalannya cukup sepi, namun karena pemandangannya bagus, rasanya letih di kaki belum terasa saat itu.

Sesampainya di lokasi, saya merasa tempat ini sangat bagus melebihi ekspektasi saya pada saat melihat foto. Ya mungkin hanya terlihat batu-batu dan gunung, sawah, tapi sangat nature, dan saya sangat suka. Apalagi saat kesitu didukung cuaca yang lagi bagus bagusnya tidak hujan, dan tidak panas. Daripada saya menjelaskan dengan kata-kata, yuk lihat saja pada foto yang ambil di lokasi.






Dan tak lupa sempat mengabadikan momen 2 bromance yang tak di kenal


Ketika hendak pulang sempat hujan sebentar, tanah perbukitan sini berjenis lempung, memiliki kohesi yang tinggi tentunya berbahaya saat terkena air yaitu licin... 

Untuk berwisata kesini disarankan membawa makanan, minuman dan peralatan lainnya seperti payung dll, karena cuaca disini dapat di katakan tak menentu.





Monday 12 September 2016

Hujan

Hujan...
Jatuh di jalan dan mengalir ke selokan 
Membawa angin yang menampar payungku
Kau bernyanyi merdu dengan gemuruhmu
Seakan menyuruhku untuk segera pulang

Di balik jendela kaca kulihat
Tetesanmu itu menempel, terlihat bening
Butiran beningmu memberat 
Lelah menahan dan jatuh perlahan

Aku melihat perpisahan bersama genangan
Namun kau datang menghidupan kenangan
Kenangan yang kau alirkan ke dalam ingatan
Jatuh bersama tumpahan kerinduan







Thursday 28 July 2016

MENIKMATI EKSOTISME PULAU TANGGAH

            Pukul 06.30 aku berangkat menuju stasiun kereta api di Tabing, saat ini masih suasana usai lebaran, pasti tiket kereta dari Padang menuju Pariaman cepat habis. Beberapa menit kemudian sampailah aku di stasiun kereta, ternyata benar tiket sudah habis, dan keberangkatan berikutnya pukul 09.00 tentu aku mesti menunggu lebih lama lagi. Namun ada bapak-bapak menjual tiket kereta karena kelebihan tiket, ia menjual dengan harga Rp. 4000, aku membeli tiket itu, dan aku merasa beruntung sekali.
            Sesampainya di Pariaman, aku pergi ke pantai Gandoriah, didekat sana terdapat sebuah benda berbentuk mirip seperti burakh yang sering disebut sebagai tabuik, tabuik sudah menjadi kearifan lokal sendiri bagi masyarakat Pariaman, dimana setiap tahunnya akan ada perayaan menghanyutkan tabuik ke laut pada tanggal 10 muharam, pada saat perayaan ini, bukan hanya wisatawan lokal yang datang namun wisatawan macanegara juga banyak yang berdatangan untuk menyaksikan acara tabuik ini.
            Kemudian disitu aku bertemu teman-teman smp ku, kita berkumpul di sebuah rumah nelayan tempat kami menyewa boat untuk ke pulau Tanggah. Setelah semuanya berkumpul, kami pun siap berangkat kepulau Tanggah, boat yang kami tumpangi cukup aman, karena disediakan baju pelampung.
            Dalam waktu 15 menit pun kami sampai di pulau Tanggah, terasa masih sepi, pulau ini belum sering di jamah oleh wisatawan, namun disini aku jadi merasakan berada di pulau pribadi, airnya jernih dan terlihat biru karena pantulan langit saat itu cerah, pasirnya putih. Lalu aku dan teman-teman berteduh dan beristirahat di bawah pohon, pulau ini bukanlah pohon yang gersang, banyak pepohonan dan masih terjaga kealamiahannya.

cantik bukan?





Setelah beristirahat dan makan saya dan teman-teman menyempatkan diri memoto pemandangan bagus, serta berfoto selfie, dan hal-hal yang menyenangkan lainnya adalah kita bisa melihat terumbu karang yang berwarna bagus di bibir-bibir pantai, dan berenang di bagian pantai yang cukup dalam.





            Setelah puas berenang dan berfoto-foto, satu hal yang menarik lainnya saat liburan ke pulau Tanggah ini adalah, bisa membeli ikan segar yang langsung di tangkap oleh nelayan di perairan sana, dan aku bersama teman-teman lainnya membakar ikan untuk disantap. Betapa menyenangkan, setelah lelah berenang, duduk santai sambil menyantap ikan panggang yang harum menyengat menelusuk di rongga hidung serta disuguhkan alam wewangian pantai dan pemandangan laut yang begitu indah, diiringi nyanyian deburan ombak mengalun merdu di telinga, terasa damai.





            Ombak tanpa henti terus berlari dan menghempas bibir-bibir pantai, perlahan rona-rona jinggapun terlihat menggurat di langit, mataharipun turun ke bumi, menandakan hari akan berganti malam. Pantai di pulau Tanggah semakin indah dihiasi siluet senja.  Salah satu momen yang paling aku tunggu-tunggu saat itu adalah melihat matahari terbenam disana. Setelah cukup puas menikmati siluet senja, karena langit semakin gelap aku dan teman-teman naik boat, dan harus kembali ke pulang ke rumah.

Pantai Gandoriah Pariaman

Selamat berjuampa lagi pembaca, pada postingan saya kali ini dengan tema yang masih tentang wisata, nah kali ini saya ingin membahas salah satu wisata pantai yang menarik untuk di kunjungi adalah pantai Gandoriah di Pariaman.
Pariaman merupakan salah satu kota di Sumatera Barat yang berada di daerah pesisir pantai.

Bagi para pecinta pantai maupun yang senang dengan foto-foto pantai Gandoriah merupakan salah satu pantai yang saya rekomendasikan. Selain aksesnya mudah, transportasi menuju Pantai ini tidaklah sulit, Pantai Gandoriah berada sangat dekat dari terminal angkot, dekat dari Pasar Pariaman juga, dan yang paling istimewa adalah, jika anda jalan-jalan dari Padang, akses yang paling bagus itu adalah dengan naik kereta api cukup dengan ongkos 5000, karena stasiun kereta api tepat berada di depat pantai ini, ketika anda turun anda dapat langsung melihat pemandangan pantai.

Lebaran tahun ini, saya menyempatkan diri bersama saudara-saudara saya yang lain, untuk menikmati keindahan pantai Gandoriah di Pariaman. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai pantai Gandoriah, yuk lihat hasil jepretan saya kali ini.


Foto ini saya ambil tepat saat berada di atas bianglala, cukup bagus bukan?.


Meskipun umur udah 21 tahun, bertahan ngejombs, saya masih senang naik bianglala... Dengan senang hati saya nemenin sepupu-sepupu saya yang masih kecil-kecil diatas bianglala. Dari atas bianglala kita bisa lihat pantai Pariaman secara keseluruhan.


Nah ini dia, goreng kepiting, makananan favorit saya setiap ke pantai Gandoriah Pariaman, enak dan gurih soalnya. Nah makanan khas di Pariaman adalah sala lauak tapi saat itu saya tidak membeli sala lauak, sala artinya gorengan, dan lauak yaitu ikan, hal yang membuat khas masakan Pariaman adalah cita rasa kunyit terutama pada sala lauak.


Nah sedikit informasi, dari Pantai Gandoriah kita juga bisa pergi ke pulau-pulau terdekat dari sana seperti Pulau Angso Duo, Pulau Tanggah, Pulau Ujuang, dan Pulau Kasiak. Disana Pasirnya putih, untuk cerita selanjutnya saya akan bahas mengenai Pulau Tanggah. Sekian dulu cerita dari Annisa, semoga dapat menginspirasi ya pembaca.

Wednesday 27 July 2016

Bukittinggi dan wisata alamnya


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Minggu 12 Juni 2016

Pagi itu aku bareng partnert Kerja Praktekku Nci, baru bangun sekitar jam 9.45, baru bangun pastinya kami malas-malasan dulu di tempat tidur, biasalah hal yang pertama kali aku lakukan adalah membuka hp dan mengecek pesan. 

BBM ku berdering, kak dwi mengajak kami untuk ikut jalan-jalan ke bukittinggi, hmm awalnya aku agak enggan sih soalnya kalau bukittinggi bukannya minggu kemaren udah ke jam gadang. 

Tanpa pikir panjang, mengingat temanku Nci yang cuma sesekali mampir ke tanah minang, akhirnya aku memutuskan ikut, jam 11 berangkat dari kosan, berangkat bareng-bareng mereka (orang kantor) antara lain Kak supri , pak Dani, Kak Ipul, kak Gohiim, kak Dwi, kak Da'i. Sepanjang jalan pak Da'i sibuk belajar bahasa minang, dan kak ipul sibuk ngajakin dan nanya-nanya jam gadang dan pak dani sibuk nyopir, bapak yang satu ini emang nggak banyak bicara tapi orangnya baik, beliau bertugas di bagian HSE atau K3 kalau di proyek.

Hanya butuh 1 jam dari Batusangkar menuju Bukittinggi. Akhirnya kita sampai jam 12 an, sholat zuhur dan menemani orang kantor belanja, mereka kalau belanja lama dan agak rempong, yang paling sering belanja itu kak dwi. Aku sama nci diam diam aja duduk depan toko nungguin, kita emang enggak belanja, biasalah anak kuliahan yang apa adanya kayak kita nungguin duit dari orang tua dulu baru bisa belanja. 

Cuaca kala itu di bukittinggi mendung banget, sempat hujan sebentar, setelah hujan reda kita pergi ke Panorama, cukup dekat dari jam gadang sekitar 300 meter mungkin. Cukup dekat bukan, bisa ditempuh dengan jalan kaki saja. Untuk masuk ke Panorama kita bayar sekitar 8000 kalau nggak salah, lupa deh entah 8 atau 5 ya??. Nah setelah masuk kita foto-foto berlatarkan ngarai sianok, ngarai artinya lembah dalam bahasa minang. 



Kita tak hanya puas sampai disitu, kita kembali menjelajah, yaitu ke gua jepang, untuk kesana bayar tiket lagi, kalau nyewa guide bayar lagi. Gua jepang adalah gua bersejarah peninggalan masa penjajahan jepang (yaiyalah). Disini kalian bisa lihat banget gimana sekiranya suasana penjajahan dan tempat-tempat penjajahan mereka, mulai dari ruangan penjara, dapur, ruang amunisi, pintu darurat dan sebagainya. Suasana di dalam kalau siang itu dingin temanku Nci ngerasa itu pakai AC, padahal enggak disana emang dingin, ruang bawah tanah soalnya. Mau lebih tau? lihat foto-foto keren kita disana.




suasananya dingin mencekam 

Sedikit cerita mengenai gua jepang, jadi ini adalah tempat para romusha dulu di pekerjakan dan disiksa, para romusha yang ada bukanlah orang sumatera barat atau orang sini, tapi adalah romusha romusha yang berasal dari pulau jawa, nah ini adalah salah satu tak-tik Jepang, tau kenapa? kalau orang asal sumbar yang dijadikan pekerja disini, mereka tau celah kabur atau keluar, sedangkan mereka yang pendatang mereka akan sulit untuk kabur. 

Setelah lelah berpetualang di dalam goa jepang akhirnya kita melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya yaitu jenjang seribu yang dijuluki greatwall nya sumatera barat. Keluar dari goa Jepang kita menempuh perjalanan lagi, cukup berjalan kaki saja menuju greatwall, di perjalanan sempat tanya sana sini, entah itu warung untuk mencari tahu jalan ke Janjang Saribu. Untuk ke sana, kami melewati jalan yang agak sedikit licin dan berbahaya, tapi nggak kerasa capek karena disuguhi pemandangan yang indah. 

Salah satu keindahan itu adalah pemandangan ngarai di belakang sesawahan ini.




Saat di perjalanan menuju kesana, kita mesti melewati jembatan kayu yang suka goyang-goyang, karena emang ini jembatan nggak kaku. Nah kalau jalan diatasnya harus hati-hati, biasanya akan menyebabkan oleng-oleng dikit diatasnya, nah ini juga akibat efek resonansi, nah bagi orang sipil di mata kuliah dinamika struktur resonansi akan terjadi apabila frekuensi yang dialami struktur sama dengan frekuen alami struktur. Nah kak Ipul agak ketakutan pas lewat jembatan ini, kayaknya dia ada suatu trauma mungkin ya. Sampai-sampai kak Dwi harus nemenin dia buat lewat jembatan itu.





Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Dan kita sudah sampai di jenjang seribu, dan anak tangganya banyak banget dan kita harus mendaki, walaupun mendaki kita tetap semangat. Tapi tetap aja, berburu foto tetap wajib bagiku, hehe. 






Setelah selesai menaiki tangga yang udah nggak sanggup lagi di hitung, sampai diatas nafas udah ngos-ngosan, tapi tetap senang walaupun hari ini kita tidak jadi nonton drama korea dan nyantai2 di kosan. 





Yeay thank's banget kakak-kakak yang lucu ini, udah ngasih kenangan-kenangan dalam hidup kita-kita yang anak rumahan dan suka bosan di depan laptop mulu ngerjain tugas.

Setelah itu perjalanan kembali di lanjutan kita kembali ke jam gadang, sayang kalau balik dengan rute asal pasti capek banget, nah kebetulan warung dekat situ dia ada kenalan sopir angkot yang mau jemput dan ngantar sampai jam gadang, waktu itu bayar 10 ribu dan dianterin lagi sampai jam gadang. Pas baru nyampe, kita langsung sholat ashar dekat masjid sana. Dan ngelanjutin perjalanan ke Pasar bukittinggi dan ke Ramayana, nemenin orang-orang tuh belanja. Abis itu kita buka puasa bersama.



Abis buka, kita balik lagi ke Batusangkar dan sempat singgah juga di toko oleh-oleh. Abis itu kita dianterin sampai depan kosan.