Sunday, 30 September 2018

Quarter Life Crisis - Part II - Setelah Lulus Kuliah Harus Kerja

Ada suatu Dogma di masyarakat bahwa ajang pembuktian diri dari sebuah kesuksesan bahwa setelah wisuda adalah mesti kerja. Tak ada yang salah memang setelah wisuda langsung mencari pekerjaan, dan bebas finansial dari orang tua. 

Setelah lulus kuliah, aku di recoki pertanyaan seperti ini: kerja dimana sekarang? Ngapain aja sekarang?. What?. Kadang ku ingin bertanya "Bolehkah aku menghirup udara kebebasan sebentar saja?", "Tahukah kamu pertanyaanmu membuat orang lain gelisah?". Ketika yang bertanya adalah teman seangkatan atau mereka-mereka yang sudah mengalami fase yang sama, aku biasa saja mendengar pertanyaan seperti itu, karena aku tahu mereka mengerti setelah melewati fase ini. Namun berbeda dengan  orang lain saudara-saudara yang kepo maximal sama hidupku ini, termasuk bahkan penjual lontong Padang pun ikut kepo maximal dan bertanya dengan pertanyaan "Setelah lulus ngapain aja? cuma makan tidur doang di kosan?". Ditodong dengan pertanyaan seperti itu setelah merasakan kegagalan rekruitmen di perusahaan yang udah lama pengen di terima disitu, rasanya aduh.

2 Bulan masa kosong sebelum bekerja benar-benar terasa bagai neraka, padahal niat awal setelah lulus ingin benar-benar pure libur tidak di tanyakan pertanyaan sana sini bahwa aku akan apa dan bagaimana. I need times to relax, refreshing and know what I will do, and know what I want. 

Please, jika kalian entah punya saudara, teman, atau rekan kerja. Jangan kepoin hidup mereka setelah lulus, biarkan mereka settle down dengan apa yang mereka alami. Justru dengan merecoki mereka dengan pertanyaan itu membuat kepala mereka semakin rumit. 

Masyarakat terdoktrin bahwa, hidup yang nyaman itu punya pekerjaan tetap seperti di BUMN, dan PNS. Tak heran memang banyak orang yang berebutan untuk menjadi seorang PNS. Kita tidak terdoktrin bagaimana untuk membuka usaha dan membuka lapangan kerja. Ayah pernah berkata "Goal seorang lulusan sarjana itu membuka lapangan kerja, bukan di pekerjakan". Kata-kata ini seperti angin lalu karena ayah sendiri tidak membuktikan bahwa ia berusaha mencapai goal itu, membuka lapangan pekerjaan sendiri untuk anaknya pun tidak. 

Sampai di suatu titik aku berpikir, aku mengikuti dogma masyarakat, harus bekerja setelah lulus kuliah dengan pekerjaan yang tetap, selama 1 tahun pasca kelulusan aku menjadi job seeker, rekruitment 1 BUMN menghabiskan 1-3 bulan. Lama, dan melelahkan. Apalagi dengan kenyataan "tidak lolos seleksi", sakit tapi ga berdarah kata anak jaman sekarang. 

Dan bosan dengan hal itu, aku terpikir ingin S2, jadilah aku mendaftar beasiswa XXXX. Namun selang beberapa bulan usai seleksi, CPNS buka, semua orang membombardir ku untuk daftar dan ikut seleksi cpns. Sampai menanyakan berapa living allowance yang akan ku terima dengan beasiswa itu, seperti ini "ada ga X juta?", emang penting ya untuk di tanyakan?. Aku tidak akan sensi dengan pertanyaan ini jika yang bertanya adalah junior atau teman sebaya, karena mereka bisa jadi ingin tahu dan mempertimbangkan untuk lanjut kuliah. Tapi untuk menjawab pertanyaan tersebut dari orang-orang yang money oriented memang menyebalkan.

Untuk menjadi seorang PNS aku mempertanyakan pada diri sendiri, 
1. Siapkah aku di tempatkan di mana saja se Indonesia
2. Baru bisa minta mutasi kerja setelah bekerja 10 tahun
3. Hampir seumur hidup mengabdikan diri 
4. Jika suatu hari bosan dan ingin hidup merdeka dari rutinita yang sama, apa aku harus menunggu pensiun?

Sebetulnya ku tak siap dengan resiko ini, namun dogma masyarakat dan orang terdekat seakan memaksa dan meyakinkan bahwa "ini jalan yang tepat loh", "ini yang terbaik loh untuk hidupmu". Kembali ke diri sendiri, yang akan ngejalanin itu aku, yang memilih adalah aku, meski pikiran masyarakat sangat persuasif, tapi aku atau dirimu lah yang tau jawaban apa yang benar-benar kamu inginkan dalam hidup ini.

Entah mengikuti dogma masyarakat atau menjadi seorang yang bebas, yang penting bagiku adalah tidak lari dari agama, tidak lari dari Allah. Yang kuinginkan apapun pekerjaanku, apapun yang aku lakukan selalu ada kedamaian disana. Dan ada kebermanfaatan yang di tuai dari sana. Aku menghormati apapun yang aku pilih dan orang lain pilih. 



Thursday, 27 September 2018

Diary quarter life crisis - Part 1

Sebetulnya saya bukan sedang mengeluh, namun hanya menuliskan pikiran-pikiran saya dalam bentuk tulisan. Tepat sudah satu tahun saya merasakan sesuatu yang menganggu saya selama ini, sulit tidur, dan mencari terus mencari jati diri. Sampai di tengah malam di sebuah aplikasi yang sering di gunakan gamers, saya bercerita pada seorang teman yang tak jauh beda dengan saya, seorang fresh graduate juga, dan sedang mencari jati diri. Saya bercerita apa yang membuat saya gelisah setahun belakangan ini, dan saya tidak tahu persis apa namanya, saya hanya menyebutkan ciri cirinya saja, kata temanku ini yang dinamakan "Quarter life crisis". Ini nama yang tepat.

Quarter life crisis saya di mulai saat saya lepas dari sidang tugas akhir dan mencari kerja pada umur 22 tahun. Awal-awal saya sangat bersemangat setealah lulus kuliah karena saya pikir saya hanya butuh waktu yang tepat untuk menemukannya. 22 oktober saya di wisuda dan memakai toga sarjana. Hari itu saya sangat bahagia. Keluarga saya datang ke Bandung untuk menghadiri acara wisuda saya. Mereka menemani saya 5 hari di Bandung, setelah itu akhirnya keluarga kembali ke Padang. Kami tak pernah berkumpul dan jalan jalan bersama hanya berempat se komplit dan se bahagia di pekan itu. Keluarga sempat mengajakku pulang, untuk menenangkan diri dari kehidupan kuliah dan menikmati libur sejenak. 

Saat itu aku memilih tidak langsung pulang, aku masih penasaran untuk mendaftar kerja, apalagi karena akhir oktober 2017 ada jobfair itb, aku menaruh harapan cukup besar disitu. Hasil nya nihil. 2 bulan berlalu. Aku menemukan titik persimpangan, haruskah aku pulang atau tetap mencari. Ayah bilang, kalau disana tak menghasilkan apa-apa sebaiknya pulang, sampai ayah sempat berkata "Apa yang kamu cari dan tunggu disana?", aku jawab "pekerjaan yang cocok untukku". Masa fresh graduate 0 -2 tahun dari kelulusan, akan sayang sekali kalau aku tidak memiliki kegiatan positif, seperti magang, training atau bekerja. Aku akan kesulitan ke depannya. Itulah yang terpikirkan di benakku saat itu.

2 Bulan berlalu, aku sadar diri status pengangguranku di bdg cukup memberatkan orang tuaku. Perjuangan terakhirku sebelum memutuskan pulang adalah, mendaftar kerja di konsultan. Kalau di terima aku tidak jadi pulang, kalau tidak aku akan pulang saja. Aku di terima. 

Wednesday, 26 September 2018

Sharing Seleksi Beasiswa LPDP Part II - Seleksi Berbasis Komputer (SBK) - 2018

Alhamdulillah sekitar akhir bulan Juni hasil seleksi administasi diumumkan, dan saya lolos seleksi administrasi. Lanjut ke tahap berikutnya yaitu SBK. SBK ini memang baru ada pas tahun 2018, tahun 2017 seleksi tahap dua ini bukan SBK tetapi Assesment Online. Assestment online ini sempat mendapat kontra ditahun sebelumnya, mungkin karena itu diganti kali ya (hanya asumsi saya saja haha). Di hari H tes saya mendapatkan jadwal seleksi SBK pagi pukul 08.00, 1 jam sebelum tes sudah di haruskan berada di lokasi, saya mengikuti seleksi SBK di kantor Kanreg BKN Bandung.

(Catatan: sebaiknya cek dulu mousenya sebelum memulai tes, karena beberapa saat ku tes ada yang bermasalah mouse nya)

SBK atau Seleksi Berbasis Komputer memang menggunakan komputer dan sistemnya CAT seperti tes CPNS. Setelah selesai tes, scorenya bisa langsung terlihat. Seleksi SBK terdiri atas:
- TPA
- Psikotest
- Essay On the Spot

Tes Potensi Akademik (TPA)
Tes TPA ini terdiri dari beberapa soal berupa, numerik, penalaran, dan verbal. Buat yang sudah terbiasa dengan TPA Bapenas, akan sangat terbantu sekali untuk mengerjakan TPA. Tips, tidak ada sistem minus, sebaiknya isi saja. 

Psikotest
Psikotest, terdiri dari beberapa pertanyaan yang terdiri dari beberapa opsi pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda, dan waktunya sedikit. Sebaiknya semua pertanyaan di jawab hingga selesai, dan soal tidak perlu di baca berulang-ulang karena akan menghabiskan waktu. Jawab saja yang sesuai dengan diri kita.

Essay On the Spot (EOTS)
Setelah 2 tes diatas selesai, selanjutnya adalah menulis essay. Saat itu setiap orang akan mendapatkan satu judul essay, dan judul essay yang di dapatkan setiap orang di ruangan ternyata beragam, jadi tidak bisa nyontek. Waktu yang disediakan menulis EOTS ini sangatlah sedikit yaitu 30 menit. Saya menyarankan agar sebelum tes SBK ini, rajin-rajinlah membaca berita terkini, atau isu terkini. Latihan menuliskan pendapat dalam bentuk essay. Saat tes saya mendapatkan essay tentang "Pemblokiran Tik Tok". Di dalam teksnya saya diminta mengemukakan pendapat mengenai issue tersebut. Saya mengikuti format essay yang sudah lumrah ditulis banyak orang, terdiri atas pembuka, isi, dan penutup. Alhamdulillah saya tidak begitu kagok dengan tema essay ini, karena saya memang sudah sempat latihan menulis essay dengan tema yang sama.

Seleksi SBK pun selesai. Saya keluar melihat pengumuman hasil TPA saya, alhamdulillah score saya menempati 10 besar dari keseluruhan peserta sesi itu. 1 sesi terdiri atas sekitar 80 an orang hingga 100.

Untuk seleksi LPDP dalam negeri yang lolos tahap ini dan lanjut ke tahap Substansi  sekitar 2200 peserta. Memang jumlah ini lebih sedikit dari target kuota LPDP tujuan PTN dalam negeri yaitu 2400. Namun yang lolos di tahap substansi ternyata lebih sedikit lagi, karena seleksi LPDP ini sangat ketat, jadi persiapkan dirimu sebaik mungkin.

Jangan lupa baca juga sharing-seleksi-beasiswa-lpdp-part-1

Tuesday, 25 September 2018

Sharing Seleksi Beasiswa LPDP Part 1 - Administasi (2018)

LPDP merupakan salah satu beasiswa paling diincar oleh masyarakat Indonesia, bagaimana tidak beasiswa yang di prakarsai kementrian keuangan ini sangat menarik dan di klasifikasikan sebagai beasiswa yang cukup royal dan memiki concern yang jelas untuk mencetak pemimpin masa depan.

Untuk sharing part 1 ini saya akan sharing bagaimana tahapan seleksi beasiswa LPDP ini. Kebetulan saya ikut seleksi LPDP pada tahun 2018 dengan tujuan universitas dalam negeri. Oke saya cerita dulu dari awal banget ya,

Mei 2018

Awal bulan Mei tiba-tiba saya dapat kabar bahwa beasiswa ini open untuk seleksi untuk PTN tujuan dalam negeri. Saya buru-buru siapin berkasnya. Kebetulan saat itu saya memilih jalur afirmasi beasiswa bidikmisi. Untuk jalur afirmasi sangat banyak yang mesti di persiapkan, dan saya cukup sibuk mempersiapkannya dalam 1 bulan. ya ada sekitar waktu 1 bulan untuk bisa menyiapkannya. Menurut saya kalau bisa jauh-jauh hari persiapkan, karena kita ga tau kemungkinan terburuknya.

Apa aja sih yang saya siapkan dalam 1 bulan itu?? berikut list yang perlu di submit:
1. KK
2. Ijazah
3. TOEFL ITP ETS (biaya 450 - 500 ribu - butuh waktu sekitar 2 minggu hasilnya keluar) 
4. Surat Keterangan Sehat dan Bebas Narkoba (disarankan di rumah sakit daerah ya), saya ngurusnya di RSHS Bandung, (biaya lebih dari 300 ribu)
5. Surat keterangan izin atasan
6. Surat keterangan tidak mampu
7.Surat Rekomendasi (Saya minta rekomendasi pada project diretor di tempat saya bekerja)
8. Surat Keterangan penerima Bidik Misi (3 hari baru selesai)
9. Slip gaji orang tua
10. Rekening Listrik 3 Bulan terakhir
11. Sertifikat prestasi dan organisasi selama menempuh pendidikan (dari SD dimasukin aja)
12. Essay Statement of Purpose
13. Essay Rencana Studi

Menurutku persyaratan diatas jangan di siapkan mepet-mepet deadline. Misal TOEFL, saat itu tantangannya sulit mendapatkan tempat seleksi TOEFL yang hasilnya bisa keluar sebelum batas deadline, dan saya sampai mengunjungi 5 tempat tes di Bandung, ada yang kuotanya sudah penuhlah, dan macam-macam problemnya. Belum lagi problemnya kalau score TOEFL yang kita inginkan belum tercapai.

Essay sebenarnya bisa di cicil jauh-jauh hari, kalau bisa jangan jadi deadliner. Karena untuk menulis essay janganlah asal-asalan, jika berlanjut seleksinya sampai substansi maka saat wawancara isi essay yang kita tulis akan di gali lebih dalam. Essay yang baik, jelas dan visioner akan sangat membantu saat menjawab pertanyaan saat wawancara.

Content Essay LPDP:

A. Statement of Purpose

     - Deskripsikan Diri
       Untuk bagian ini bisa perkenalkan diri, latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan.

    - Kontribusi yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk masyarakat
    - Deskripsikan mimpi saudara tentang masa depan Indonesia
    - Deskripsikan cara mewujudkan mimpi tersebut

B. Rencana Studi
  
    -Alasan memilih univ dan jurusan
    - Mata kuliah dan jumlah sks yang akan diambil
   - Topik penelitian tesis (saranku, jelaskan kenapa mengambil topik tesis itu, dan apa outputnya untuk masyarakat Indonesia)
    - Aktivitas diluar akademik 


Sekian dulu sharing part 1 ini, semoga lolos seleksi administrasi LPDP ya, amiin.

Jangan lupa, baca juga sharing-seleksi-beasiswa-lpdp-part-II





Saturday, 15 September 2018

Belajar Kehidupan dari Seorang Ibu yang Kuat

Sebulan terakhir aku jarang bercerita dengan ibu, karena kesibukanku bekerja dan persiapan wawancara beasiswa. Sampai suatu ketika aku kembali bercerita, saya melewatkan suatu kesempatan baik, karena khilaf. Ada perasaan menyesal. 

Malam ini, aku kembali bercerita, sampai aku bertanya hal yang selama ini mengganjal di benakku. "Bu, setelah lulus kuliah, kenapa aku takut dengan kehidupan ya?", itu pertama kali aku mencurahkan total apa yang aku resahkan selama ini seperti karir yang belum begitu jelas, dan berbagai kegagalan seleksi, dan berbagai masalah external dan internal yang mengganggu fokus dan sebagainya". 

Ibuku berkata, "Kalau kamu takut kehidupan, berarti kamu tidak percaya dengan kuasa Allah dong?", sampai aku bercerita, aku perempuan, aku anak pertama, dengan keadaanku seperti ini mungkinkah aku membahagiakan ayah dan ibu? sampai sekarang di usia tua ayah mesti harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kehidupan. 

Ibu flashback ke kehidupan kita di masa lalu, ibuku bilang selama ini kita memang hidup tidak berada di zona aman, hidup dari zero, tapi Allah selalu ada disaat kita butuh. Bahkan ibu tak pernah membayangkan untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Bahkan ibu tak pernah membayangkan bisa punya rumah kecil, dan kita tidak pernah terlilit hutang. 

Salah satu saat-saat tersulit yang pernah dialami ibu adalah, ketika aku di dalam kandungan, ayah dan ibu masih kuliah (belum wisuda), ayah berhenti bekerja, tinggal masih ngontrak, sebentar lagi mau melahirkan, ayah juga sakit vertigo. Tapi, namun tak menyerah pada hidup, Allah membantu hamba-hambanya yang yakin, tetapi Allah sering memberi kejutan dengan membuka pintu rezeki dari pintu-pintu yang tak disangka, ayah mendapatkan pekerjaan freelance yang bisa membiayai hidup dan kelahiranku. 

Kemudian aku bertanya, "Pernah ga keuangan kita sampai minus bu?", Ibuku bilang "nggak pernah, setiap ada rezeki lebih ibu menabung, setidaknya tetap harus ada storage meskipun sedikit", ya begitulah, ibuku memang sok-sok inspiratif dalam mengelola keuangan, ya memang kita bisa ga foya-foya, tetapi ibu slalu memprioritaskan pendidikan anak-anak dan kesehatan, dan asupan gizi di rumah. Ibu menunda dulu membeli hal-hal yang tidak prioritas. 

Setelah mendengar motivasi dari ibu, aku seperti menemukan kekuatan baru menghadapi kenyataan hidup. Bahwa kita jangan takut dengan hidup yang penuh tantangan ini.

"Jujur, sebenarnya saya ikutan down ini kadang juga di pengaruhi faktor external lingkungan, beberapa orang sekitar yang terlalu mendewai materi, membuat saya semakin pesimis dengan keadaan yang sekarang ini".

Aku mendapatkan pencerahan, kadang kita mesti menutup mata dan telinga untuk demotivasi-demotivasi yang hadir di sekitar kita. Ibu mengingatkanku, dulu aku aku pernah melewati demotivasi2 dari lingkungan ketika masih anak-anak, ketika banyak orang meremehkan semangat belajarku, tapi aku tidak terpengaruh dan memiliki keyakinan lebih tetap bisa bersekolah, padahal kondisinya dikala aku masih anak-anak. Mataku mulai berkaca-kaca, aku dan ibu pernah melewati masa-masa yang lebih sulit daripada sekarang ini, tetapi kita tak pernah menyerah. Tapi mengapa sekarang aku takut dengan kehidupan?. 

Terima kasih ibu, aku bersyukur ya Allah, ibu masih menemaniku, ya Allah beri kesehatan pada kedua orang tua hamba, betapa berartinya kehadiran mereka bagi hamba, ibu slalu menguatkan hamba disaat2 lemah, dan mengingatkanku untuk selalu bersyukur. ya Allah ampuni dosa hamba ya Allah, mungkin pernah menyakiti dan melukai orang tua hamba terutama ibu. Padahal betapa sayangnya kedua orang tua kepada hamba ya Allah. Keinginan terbesar hamba, kumpulkan kami kembali kelak di surga. Amiin Ya rabbal 'alamin.




Friday, 7 September 2018

"Nothing To Lose"

"Nothing to Lose", sebenarnya ini adalah istilah yang sering saya dengar, tapi saya tak begitu mendalami artinya. Tapi kejadian-kejadian dalam hidup after college membuat membuat saya menyadari istilah ini. Nothing to lose adalah sikap mental yang cendrung tidak mengedepankan ambisi atau result oriented tetapi focus pada prosesnya. Menjalani sesuatu tanpa merasa terbebani. Namun bukan berarti mengecilkan semangat juang.

Saya di wisuda 21 Oktober 2017 silam, ya udah 11 bulan melepas status sebagai mahasiswa. Masih ingat kurva ini? kurva/grafik kebahagiaan Mhs. ITB.



Saat ini hidup saya sudah lewat pada proses lulus, dan sekarang orientasinya mencari beasiswa atau mencari pekerjaan yang tepat. Mencari pasangan? ya sembari jalan saja haha. Jatuh bangun 11 bulan kehidupan after college cukup menempa mental saya, pahit manis kehidupan terasa sekali. Banyak kegagalan yang saya alami, namun kegagalan demi kegagalan ini membuat saya lebih mengenal diri saya lagi. 

Perasaan hopeless, ingin menyerah, dan sedih tentu pernah datang mengerubungi saya. Baru kemaren saya agak sedikit melankoli dengan hidup, setelah interview beasiswa. Ada beberapa pertanyaan yang mestinya dapat saya jawab dengan lebih tepat, tetapi karena saya gugup dan grogi yang berlebihan membuat saya banyak miss disitu. Seperti, salah satu interviewer menyoroti bagian pengalaman organisasi saya yang tidak pernah menjadi ketua atau sesuatu di himpunan. Ingin rasanya pinjam mesin waktu agar bisa kembali ke masa kuliah dan memperbaiki hal-hal yang kurang. Tapi aku bukan Nobita yang punya Doraemon haha. Doraemon kartun kesukaanku dari kecil. Kembali ke topik, segala yang berlalu cukup jadikan pelajaran saja. 


Nothing To Lose

Ok, saya belajar dari kekurangan saya di masa kuliah. Tapi ini bukanlah hal yang akan membuat hidup ini berakhir. Sempat saya berpikir, memangnya kalau kita nggak pernah memiliki jabatan tinggi di Organisasi kampus akan membuat kita ga berharga setelah lulus? atau membuat kita tidak bisa menjadi apa-apa?. Tentunya ini membuat kita merasa tidak adil. Ok, berhentilah menyalahkan masa lalu. Sebetulnya saya bukan orang yang tidak memiliki skill leadership, sebenarnya saya punya, hanya saja saya tidak mendapatkan kesempatan itu ketika di kampus. Ok, banyak orang yang tidak akan terima dengan pernyataan ini. 

Sebetulnya apapun yang terjadi, meskipun itu kegagalan, tak ada yang sia-sia. Ada pelajaran dan hikmah yang selalu kita ambil. Saya tidak ingin membebani diri dengan pikiran-pikiran yang membuat diri saya terpojokan. Saya ingin mengapresiasi diri ini dengan apa-apa yang sudah saya jalani. Setidaknya diri saya bukanlah orang yang lemah dan mudah menyerah.

Look Ahead - Fokus pada Potensi

Setiap orang pasti memiliki kekurangan dan keunggulan dalam dirinya, ciptaan tuhan tak pernah ada yang sia-sia. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap hal yang sudah terjadi, dalam hidup tuhan sudah mengatur sedemikian rupa. Tuhan memberikan kita potensi agar kita dapat survive dalam hidup, tinggal bagaimana kita dapat memaksimalkan potensi apa yang kita punya.