Showing posts with label finansial. Show all posts
Showing posts with label finansial. Show all posts

Friday, 15 November 2019

Finansial - Terjerat Pinjaman Online


Sumber: Kompasiana

Finansial merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan dewasa ini pengukuran kecerdasan tak hanya sebatas, IQ, EQ, dan SQ saja, tetapi juga ada FQ yaitu finansial Intellegence. Satu satu isu yang terkait masalah finansial adalah maraknya masyarakat yang terjerat pinjaman online, cukup membuat keresahan. Di Indonesia pinjaman online memang menjadi peluang bisnis yang besar karena, supply terhadap demand pinjaman ini hanya 33% yang terpenuhi oleh perbankan, sedangkan sisanya terdapat gap yang mana menjadi peluang bisnis pinjam meminjam. Selain itu meminjam pada bank jauh lebih sulit prosedurnya, karena harus ada jaminan dan bank perlu melihat profil peminjam.

Iming-iming dari perusahaan lending:
- cairnya cepat
- hanya butuh ktp saja
Membuat banyak orang yang tergiur untuk melakukan pinjaman. 

Faktanya:
- Orang yang meminjam ini, rata-rata meminjam karena kebutuhan konsumtif. Misal kebutuhan makan sehari-hari. Logikanya kalau kebutuhan sehari-hari saja sudah tidak bisa memenuhi, bagaimana melunasi pokok pinjaman? apalagi ditambah dengan bunga yang berlipat ganda. Dan bunganya sangat-sangat tidak masuk akal. 
Contoh: ilustasi  A meminjam uang pada fintech 1.000.000
yang diterima A hanya 600.000 luar biasa sekali bukan keuntungan yang mereka tarik?.
Di hari H jatuh tempo, peminjam harus membayar 1.100.000
Durasi pinjaman : 7 hari
Kalau telat 1 hari: denda 80.000
Menurut pengakuan peminjam: ia meminjam ke 10 hingga 20 fintech.
Ya jelas bagaimana ga kelabakan ngebayarnya gimana.
Bank aja bunga pinjamannya 12 - 15 % pertahun. Itu pertahun loh. Sedangkan fintech ilegal ini bunga nya saja 10% perhari.
Resiko: Hanya karena telat beberapa jam atau 1 hari saja, semua kontak kebobolan, tiba-tiba semua rekan kerja, keluarga mendapat pesan, dan bahkan semua kontak orang yang ada di hp dimasukan dalam satu group wa lalu, si peminjam di permalukan terang-terangan, bahkan muncul di pencarian orang hilang, dan setiap harinya mereka di telfon dan diancam. Banyak karyawan yang di pecat, dan menjadi kehilangan pekerjaan. Cara menagihnyapun melanggar etika, kasar dan ada yang melontarkan kalimat tidak senonoh. Tak hanya sampai disitu, jeratan pinjaman online ini sudah banyak menelan korban, yang mana peminjam tersebut depresi akibat setiap hari ditekan hingga depresi dan bunuh diri.

Menurut pendapat ahli hukum Hotman Paris, jika terjadi persengketaan mengenai pinjaman online ini, level hukumnya perdata. Jadi penyelesaiannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, sehingga peminjam tidak perlu takut dengan ancaman dilaporkan ke polisi dan masuk penjara. Namun lantas bukan karena ini juga ga kapok minjam online. Cara penagih hutang yang sampai mengakses semua kontak, hingga seluruh isi hp, + menagih dengan cara kasar sudah melanggar hukum yaitu UU ITE dan layak di laporkan pada kepolisian (masalahnya, rata2 yang seperti ini adalah fintech2 yang ilegal, dan tidak diketahui kantor dan siapa saja yang terlibat, sehingga kepolisiam pun sulit mengusut tindak kejahatan ini). Selain itu mengenai bunga yang tidak masuk akal tersebut sulit diusut ke jalur hukum di karenakan di Indonesia belum ada undang-undangnya, sehingga hanya bisa melalui jalur perdata saja.

Solusi preventif: sekecil apapun penghasilan ataupun pendapatan kita, tetap sisihkan sedikit walaupun hanya 2 hingga 5% untuk dana darurat, karena dana darurat akan sangat membantu di kala terjadi kebutuhan yang di luar dugaan. Jangan terlalu mengikuti life style, tanpa life style sebenarnya kita tetap mampu untuk hidup, daripada mengikuti life style namun berhutang. Dengan memiliki dana darurat kita dapat menghindari jeratan pinjaman online.

Sekian catatan Annisa kali ini.

Thursday, 11 July 2019

Biaya Hidup Ketika Menjadi Mahasiswa di Bandung

Hello, kali ini aku bakal cerita tentang berapa sih biaya hidup yang di habiskan per bulannya ketika aku menjadi mahasiswa di Bandung. Perlu aku klarifikasi bahwa, hitungan yang aku keluarkan ini adalah di tahun 2013-2017. Sebenarnya biaya hidup tergantung dari cara kita hidup, dan sikap kita terhadap uang. Sebagai perantau dan penerima beasiswa bidik misi, kondisi kehidupanku saat kuliah ya tergolong sangat-sangat minim. Tapi tak masalah, toh kuliah sudah lulus ;).

Jadi aku setiap bulannya mendapat uang saku dari beasiswa 950.000, harusnya 1 juta, 50 ribunya lagi dipotong untuk kegiatan pengembangan diri para penerima beasiswa. Uang tersebut tidaklah cukup,  setiap bulannya aku masih selalu meminta tambahan sekitar 500 ribu hingga 1 juta kepada orang tua, ya memang harus berpandai-pandai mengelola uang.

Berikut adalah rincian pengeluaranku:
1. Sewa kamar kos  =  Rp. 500.000
Dengan harga segitu, lokasi kos berjarak sekitar 1,5 - 2 km dari lokasi kampus. Dan masuk gang yang sempit di daerah Cisitu Lama. Teman-teman yang mengunjungiku ke Bandung banyak mengeluh lantaran kondisi jalan depan kosku yang sangat sempit. Mau ga mau ya di tahanin aja. Dengan biaya segitu ukuran kamar 3 m x 2.5 m, kamar mandi bersama, tanpa internet, tapi biaya sudah termasuk listrik dan air.

2. Biaya Makan
Makanan memang salah satu kunci bertahan hidup wkwk. Dalam sehari aku dapat menghabiskan uang untuk makan Rp. 25.000 - Rp 30.000 perhari, dan itu kadang ada sarapan kadang tidak. Sebulan menghabiskan sebanyak Rp. 900.000.

3. Pulsa dan Internet
Karena tidak ada internet, aku harus mengisi kuota modem  pengeluaran perbulannya Rp. 50.000 - Rp 75.000.

4. Belanja Bulanan
- Sabun
- Deterjen
- Shampo
- Pembalut
- Snack
- Odol
Ya sehemat-hematnya Rp. 75.000 perbulan

5. Print dan Fotokopian
Kalau di rata-rata habis Rp. 50.000 perbulan

6. Transportasi
Karena lokasi gedung kuliah ku cukup jauh yaitu di Teknik Sipil, aku naik angkot setiap hari, walau di selingi jalan kaki juga. 
Rp. 100.000 - Rp 150.000

Total dari 6 biaya pokok di atas adalah Rp. 1.750.000.

Itu adalah biaya sekitar 4 tahun lalu sebelum tulisan ini di buat, perlu diingat faktor inflasi juga. Rata-rata inflasi pertahunnya 3 - 3.5%, ya kita ambil 3.5%.

Maka, biaya tersebut di tahun 2019 menjadi Rp. 1.750.000 x (1.0350)^4  = Rp. 2.000.000,- .

Semoga tulisan ini dapat menjadi gambaran buat kamu yang ingin kuliah di Bandung. FYI, gambaran di atas hidup udah hemat maksimum banget hehe.

Di tahun terakhir kuliah aku pindah ke kosan yang lebih lumayan baik dari sebelumnya yaitu dengan harga 800.000, syukurnya ada dapur bersama, yang sedikit mengurangi pengeluaranku di biaya makan karena bisa masak.

Thursday, 2 May 2019

Biaya yang di butuhkan untuk menyekolahkan 1 orang anak di Bandung

Kemaren tanggal 2 Mei, yaitu di peringati sebagai hari pendidikan nasional. Tiba-tiba di kepalaku melayang sebuah pikiran, "sanggup ga ya kalau suatu hari nanti aku menyekolahkan anak-anakku hingga lulus S1?". Ku coba hitung-hitung, dengan pendekatan berbagai asumsi, berikut asumsi-asumsi yang ku pergunakan. 
1. Anak, masuknya ke sekolah negeri. 
2. Ga pakai bimbel atau privat, kalau di rumah cukup maknya aja yang ngajarin dia.
3. Ga perlu masuk play group atau taman kanak-kanak.
4. Anaknya ga ngabisin duit buat pacar-pacaran dan sebagainya
5. Investasi pendidikan, dimulai sejak anaknya kelas 1 sd aja. Jadi sebelum masuk sd orang tuanya fokus invest buat beli rumah sederhana buat keluarga kecil mereka.
6. Kenaikan pendapatan orang tua, 10% pertahunnya dan dari pendapatan tersebut 30% nya di investasikan untuk pendidikan anak dengan profit investasi 5% - 10%  pertahunnya
7. Lokasi yang di jadikan object, kota Bandung
8. Hidup anaknya udah minim banget nih, kasian  kan ya wkwk

Berikut perhitungan biayanya: (biaya tersebut include jajan, spp, uang masuk, dan uang bukunya yang sudah di rata-ratakan)

KONDISI 1 tanpa investasi

1. SD ----> Rp. 600.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun 
2. SMP ----> Rp. 900.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6 
3. SMA ----> Rp. 1.200.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9
4. S1 (ITB-teknik) ----> UKT ----> Rp. 12.500.000/semester x 8 semester x 1.1^12
                              ----> Biaya bulanan ----> Rp. 1.500.000/bulan x 12 bulan x 4 tahun x 1.1^12

=Rp. 742.271.597 
di bulatkan, Rp. 741.300.000 (mohon koreksi lagi ya)

Berikut perhitungan penghasilan yang di alokasikan untuk seorang anak dan pendidikannya. 
Asumsi pendapatan keluarga Rp. 8.000.000, 30% x 8.000.000 = 2.400.000

1. SD ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun 
2. SMP ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6
3. SMA ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9
4. Kuliah ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 4 tahun x 1.1^12 


=  891.136.500
dibulatkan, Rp. 891.150.000

sisa uang 148,8 juta

Kalau orang tua ga investasi sama sekali,  cuma bisa buat biayain 1 org anak, dengan asumsi

KONDISI 2, investasi, profit 5%

Coba kita hitung lebih detail ya, betapa pentignya investasi jauh-jauh hari:

1. SD ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun - Rp. 600.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun
= Rp. 129.600.000 ----> masuk investasi ----> di invest selama 11 tahun
2. SMP ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6 - Rp. 900.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6 = Rp. 95.664.294 -----> di invest selama 7 tahun
3. SMA ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9 - Rp. 1.200.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9 = Rp. 101.863.340 -----> di invest selama 4 tahun.

Total nilai investasi saat anak sudah kuliah:
= Rp. 129.600.000 x 1.05^11 + 95.664.294 x 1.05^7 + 101.863.340 x 1.05^4 = Rp.
480,084,776

Sisa uang pas anak ini lulus S1 jika melakukan investasi = Rp.
480,084,776.05 
 - Rp. 12.500.000/semester x 8 semester x 1.1^12 - Rp. 1.500.000/bulan x 12 bulan x 4 tahun x 1.1^12 = Rp. 301.822.044

Ternyata dengan pendapatan segitu, hanya bisa menyekolahkan 1 orang anak. 
Oh God, ternyata sulit ya membesarkan seorang anak di kota besar. 

Padahal pengen bisa punya minimal 2 anak wkwk.

KONDISI 3, investasi dengan profit 10%

Jadi investasinya harus cari yang agresif nih, dengan profit 10%
1. SD ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun - Rp. 600.000/bulan x 12 bulan x 6 tahun
= Rp. 129.600.000 ----> masuk investasi ----> di invest selama 11 tahun
2. SMP ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6 - Rp. 900.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^6 = Rp. 95.664.294 -----> di invest selama 7 tahun
3. SMA ----> Rp. 2.400.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9 - Rp. 1.200.000/bulan x 12 bulan x 3 tahun x 1.1^9 = Rp. 101.863.340 -----> di invest selama 4 tahun.

Total nilai investasi saat anak sudah kuliah:
= Rp. 129.600.000 x 1.1^11 + 95.664.294 x 1.1^7 + 101.863.340 x 1.1^4 = Rp.
705.324.687

Sisa uang pas anak ini lulus S1 jika melakukan investasi = Rp.
705.324.687 
 - Rp. 12.500.000/semester x 8 semester x 1.1^12 - Rp. 1.500.000/bulan x 12 bulan x 4 tahun x 1.1^12 = Rp. 527.061.955

sisanya ini bisa sih digunain buat anak ke-2, tapi mesti dikasih jarak sekitar 5 tahunan dengan kakaknya wkwk.

Itulah sekiranya estimasi biaya dari penulis mengenai pendidikan anak. 

Salah ataupun kurangnya, tolong berikan masukan di kolom komentar.

Ingin menekankan sedikit, kenapa penulis terinspirasi menulis tulisan ini, menurut data lebih dari 30% perceraian rumah tangga disebabkan oleh masalah finansial. Sehingga untuk membangun rumah tangga itu perlu yang namanya persiapan, bukan siap mental dan usia saja, finansial menjadi faktor yang sangat penting di perhitungkan. Apalagi buat kamu yang menjadi generasi sandwich, ini akan menjadi lebih sulit lagi. Memang saat kita single dan muda hal-hal seperti ini ga akan terasa, tapi setelah memiliki anak, akan terasa sekali. Memang rezeki itu datangnya dari Allah, tapi kita nggak pernah tahu kan yang Allah tetapkan setiap hari dan setiap bulannya berapa?. Jadi melakukan estimasi itu tidak ada salahnya, agar kita lebih siap, dan menghindari resiko-resiko terburuk yang hadir dimasa depan. 

FYI:
Berikut nilai inflasi 20 tahun terakhir dapat di cek di  https://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/bi-dan-inflasi/Contents/Penetapan.aspx

Sebetulnya aku bukan untuk nakut-nakutin, atau membuat kecemasan pada diriku dan orang lain. Tulisan ini hanya sekedar pengingat atau membuat kita melek dan sadar akan pentingnya perencanaan finansial. Jangan sampai demi hidup di hari ini, membuat kita lupa akan hidup di masa depan. Saya tahu persis generasi millenial tidak suka dengan wejangan seperti ini (padahal akupun generasai millenial juga wkwk).