Sebulan terakhir aku jarang bercerita dengan ibu, karena kesibukanku bekerja dan persiapan wawancara beasiswa. Sampai suatu ketika aku kembali bercerita, saya melewatkan suatu kesempatan baik, karena khilaf. Ada perasaan menyesal.
Malam ini, aku kembali bercerita, sampai aku bertanya hal yang selama ini mengganjal di benakku. "Bu, setelah lulus kuliah, kenapa aku takut dengan kehidupan ya?", itu pertama kali aku mencurahkan total apa yang aku resahkan selama ini seperti karir yang belum begitu jelas, dan berbagai kegagalan seleksi, dan berbagai masalah external dan internal yang mengganggu fokus dan sebagainya".
Ibuku berkata, "Kalau kamu takut kehidupan, berarti kamu tidak percaya dengan kuasa Allah dong?", sampai aku bercerita, aku perempuan, aku anak pertama, dengan keadaanku seperti ini mungkinkah aku membahagiakan ayah dan ibu? sampai sekarang di usia tua ayah mesti harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kehidupan.
Ibu flashback ke kehidupan kita di masa lalu, ibuku bilang selama ini kita memang hidup tidak berada di zona aman, hidup dari zero, tapi Allah selalu ada disaat kita butuh. Bahkan ibu tak pernah membayangkan untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Bahkan ibu tak pernah membayangkan bisa punya rumah kecil, dan kita tidak pernah terlilit hutang.
Salah satu saat-saat tersulit yang pernah dialami ibu adalah, ketika aku di dalam kandungan, ayah dan ibu masih kuliah (belum wisuda), ayah berhenti bekerja, tinggal masih ngontrak, sebentar lagi mau melahirkan, ayah juga sakit vertigo. Tapi, namun tak menyerah pada hidup, Allah membantu hamba-hambanya yang yakin, tetapi Allah sering memberi kejutan dengan membuka pintu rezeki dari pintu-pintu yang tak disangka, ayah mendapatkan pekerjaan freelance yang bisa membiayai hidup dan kelahiranku.
Kemudian aku bertanya, "Pernah ga keuangan kita sampai minus bu?", Ibuku bilang "nggak pernah, setiap ada rezeki lebih ibu menabung, setidaknya tetap harus ada storage meskipun sedikit", ya begitulah, ibuku memang sok-sok inspiratif dalam mengelola keuangan, ya memang kita bisa ga foya-foya, tetapi ibu slalu memprioritaskan pendidikan anak-anak dan kesehatan, dan asupan gizi di rumah. Ibu menunda dulu membeli hal-hal yang tidak prioritas.
Setelah mendengar motivasi dari ibu, aku seperti menemukan kekuatan baru menghadapi kenyataan hidup. Bahwa kita jangan takut dengan hidup yang penuh tantangan ini.
"Jujur, sebenarnya saya ikutan down ini kadang juga di pengaruhi faktor external lingkungan, beberapa orang sekitar yang terlalu mendewai materi, membuat saya semakin pesimis dengan keadaan yang sekarang ini".
Aku mendapatkan pencerahan, kadang kita mesti menutup mata dan telinga untuk demotivasi-demotivasi yang hadir di sekitar kita. Ibu mengingatkanku, dulu aku aku pernah melewati demotivasi2 dari lingkungan ketika masih anak-anak, ketika banyak orang meremehkan semangat belajarku, tapi aku tidak terpengaruh dan memiliki keyakinan lebih tetap bisa bersekolah, padahal kondisinya dikala aku masih anak-anak. Mataku mulai berkaca-kaca, aku dan ibu pernah melewati masa-masa yang lebih sulit daripada sekarang ini, tetapi kita tak pernah menyerah. Tapi mengapa sekarang aku takut dengan kehidupan?.
Terima kasih ibu, aku bersyukur ya Allah, ibu masih menemaniku, ya Allah beri kesehatan pada kedua orang tua hamba, betapa berartinya kehadiran mereka bagi hamba, ibu slalu menguatkan hamba disaat2 lemah, dan mengingatkanku untuk selalu bersyukur. ya Allah ampuni dosa hamba ya Allah, mungkin pernah menyakiti dan melukai orang tua hamba terutama ibu. Padahal betapa sayangnya kedua orang tua kepada hamba ya Allah. Keinginan terbesar hamba, kumpulkan kami kembali kelak di surga. Amiin Ya rabbal 'alamin.
No comments:
Post a Comment