Saturday, 20 August 2022

Kenapa Harus Nikah?

     Usia dan kondisi seseorang terkadang sangat mempengaruhi cara pandang dalam menjawab pertanyaan ini. Tahun akhir 2018 silam aku menjalin hubungan dengan seseorang yang niatnya ingin segera serius, bahkan pengennya bisa nikah di di pertengahan 2019. Saat itu aku merasa belum siap menjalaninya, lantaran tengah S2, diapun sama, aku dan dia sama2 belum settle secara karir dan tabungan juga blm ada. Awal 2021 hubungan itupun kandas. Saat itu juga aku merasa masih sangat muda, 23 tahun. Aku masih ingin menikmati waktu sendiri, bebas kemana aja bersama teman-teman, pulang jam berapa aja tanpa tuntutan, tanpa ada negosiasi. Selain itu saat itu memang kondisinya belum tepat, orang tua juga masih ogah-ogahan dan blm setuju dan open minded dengan perbedaan.

    Semua kondisi itu sekarang berbeda, aku sudah 27 tahun, pekerjaan yang settle sudah ada, dan aku ingin menentukan dimana aku ingin menetap dan juga memilih penempatan.  Tapi jodohnya yang belum ada. Berkenalan dengan orang baru rasanya terlalu menguras energi.

    Pertanyaannya kenapa harus nikah?. Aku tipikal orang yang masih tradisional, aku terlalu hanyut dalam aturan sosial yang berlaku di masyarakat. Berharap timeline hidupku sesuai dengan orang-orang pada umumnya, ada titik dimana aku merasa lebih mudah merencanakan masa depan dengan jelas apabila aku memiliki pasangan hidup. Seperti membeli rumah dan ingin menetap dimana, dan menyiapkan dana pendidikan anak dsb. Hal-hal yang tentunya lebih dulu dipersiapkan oleh teman2ku yang menikah.

    Sementara aku sampai kini blm memiliki portfolio untuk hal-hal tersebut. Satu-satunya portfolio yang ku miliki dana membeli rumah dan pensiun. Ya itu sih yang aku butuhin kalau aku ga nikah2. Tapi kalau di pikir2, apa iya aku siap dengan itu semua?, alasan-alasanku ingin menikah benar-benar alasan teknis. Tapi apa iya, aku sudah memenuhi syarat secara mental?, bisa memiliki stok sabar, dan tidak berekspektasi, dan sudah memiliki kecerdasan emosional yang mumpuni dalam membina rumah tangga?, aku tidak tau pasti. Mungkin sesekali aku butuh kali ya konsultasi dengan profesional apakah aku benar-benar siap, atau hal-hal seperti apa yang perlu aku latih dan aku benahi agar aku siap dan dapat menjalani rumah tangga dengan baik.

    Sebenarnya aku juga tidak belum terlalu tua, secara researh usia terbaik menikah itu berada pada rentang 28 tahun - 32 tahun. Usia dimana karir sudah settle, dan siap secara mental, bahkan aku belum memasuki range itu. Mungkin perlu terlambat asal selamat. 

    

Wednesday, 17 August 2022

Ketidakpastian

     Hal yang paling pasti di dunia ini adalah ketidakpastian itu sendiri. Katanya soal penempatan akan di kasih 1x untuk memilih dimana mau ditempatkan. Sebenarnya aku bukan org yang kesulitan dalam memilih, aku bisa memutuskan sesuatu dengan baik. Tapi sayangnya kadang situasinya yang membuat rumit. 

    Sebenarnya aku males banget kalau ada orang yang bahas penempatan, tapi itu obrolan yang sering muncul di kalangan anak cpns. Idealnya kalau udah punya pasangan kan milih pastinya ikut pasangan. Sementara kamu terjebak di hubungan yang belum jelas ada kepastian akan bagaimana, diminta kepastian juga ga bisa ngasih. Mungkin beda cerita kalau misal dia emg blm mapan, masih struggling kerja sana sini, minta kepastian ya emg cari mati sih wkwk, tapi kan di kasus ini kan enggak. Trus ditanya juga dia berubah pikiran dari yang awalnya ga masalah penempatan di mana saja menjadi keberatan, yang mana posisi penempatanku nanti menjadi pertimbangan dia jadi lanjut atau enggak. 

    Jadi disitu aku berada diposisi bingung? Mau pilih pusat atau bandung misalnya, emg yakin bakalan pasti sama dia? kalau ga pasti sama dia kan, tetap aja aku sendirian kan di rantau orang, jujur sendirian di rantau orang ga ada pasangan itu rasanya gimana ya, berasa ga ada yang jagain sih, kalau sakit atau kenapa2 entar gimana, dan opprotunity buat nabung juga lebih dikit karna hidup di jakarta ya costly banget. Kalau pilih Padang, ya pasti ini kabar buruk untuk hubungan ini, karena kalau andainya aku ga dapat pasangan hidup, at least pindah ke kampung halaman ada keluarga. Ga perlu ngekos atau nyewa, makan juga disediain ortu, uang kos dan biaya makannya bisa alihin buat bayar keperluan bersama di rumah, orang tua ikut ke bantu. Ketika milih Padang pun belum tentu di tempatkan di Padang bisa saja di lempar kemana lagi, tp at least dalam waktu 10 tahun aku punya tujuan yaitu pindah ke Padang.

    Ujung-ujungnya balik lagi kan ke hubungan ini, apakah hubungan ini akan di perjuangankan atau tidak? Kalau di bahas yang ada berada pada topik yang ujung-ujungnya berat, dan benar-benar tidak tahu isi hatinya. Aku udah coba kasih tau aja skenarionya seperti ini. Daripada ribut-ribut, putus segan lanjut tak mampu, ga mau bahas-bahas ini dulu sebelum form mengisi penempatan itu ada, tapi skenarionya di flowchart pengambilan keputusannya pun udah ada. Disisi lain sebenarnya buat yang udah berkeluarga juga dipertimbangkan dimana penempatannya di banding yang single yang pasti dilempar jauh. Mau berkeluarga ya berkeluarga dengan siapa? balik lagi kan ujung2nya dengan status hubungan ini di bawa kemana.

    Sebenarnya di usiaku yang sekarang ini emang udah saatnya berada di hubungan yang peta tujuannya jelas kemana, tapi entahlah kalau di perjelas saat ini jawabannya pun ga tau. Sekarang pasrah sama Allah aja, emg yang paling bener nunggu tanggal memilih penempatan dan hasil penempatannya. Mungkin ditempatkan di lokasi mana akan menjadi penentu juga untuk keberlanjutan hubungan ini. Kalau akhirnya di putusin, ya udah mau bagaimana lagi kan, setidaknya aku sudah mengkomunikasikannya dengan baik,  dan memperjuangkan hubungan tetap ada. Kadang dalam hidup memang terpaksa ada yang dikorbankan.