Tuesday, 29 November 2022

Ku kira kau rumah

Judulnya udah kayak sinetron dan judul lagu aja. Rumah selalu dianggap tempat berpulang paling nyaman, tapi dapat juga diartikan sebagai tempat yang selalu menerimamu, tempat yang menerima kamu dan kondisi rapuhmu.

Saturday, 20 August 2022

Kenapa Harus Nikah?

     Usia dan kondisi seseorang terkadang sangat mempengaruhi cara pandang dalam menjawab pertanyaan ini. Tahun akhir 2018 silam aku menjalin hubungan dengan seseorang yang niatnya ingin segera serius, bahkan pengennya bisa nikah di di pertengahan 2019. Saat itu aku merasa belum siap menjalaninya, lantaran tengah S2, diapun sama, aku dan dia sama2 belum settle secara karir dan tabungan juga blm ada. Awal 2021 hubungan itupun kandas. Saat itu juga aku merasa masih sangat muda, 23 tahun. Aku masih ingin menikmati waktu sendiri, bebas kemana aja bersama teman-teman, pulang jam berapa aja tanpa tuntutan, tanpa ada negosiasi. Selain itu saat itu memang kondisinya belum tepat, orang tua juga masih ogah-ogahan dan blm setuju dan open minded dengan perbedaan.

    Semua kondisi itu sekarang berbeda, aku sudah 27 tahun, pekerjaan yang settle sudah ada, dan aku ingin menentukan dimana aku ingin menetap dan juga memilih penempatan.  Tapi jodohnya yang belum ada. Berkenalan dengan orang baru rasanya terlalu menguras energi.

    Pertanyaannya kenapa harus nikah?. Aku tipikal orang yang masih tradisional, aku terlalu hanyut dalam aturan sosial yang berlaku di masyarakat. Berharap timeline hidupku sesuai dengan orang-orang pada umumnya, ada titik dimana aku merasa lebih mudah merencanakan masa depan dengan jelas apabila aku memiliki pasangan hidup. Seperti membeli rumah dan ingin menetap dimana, dan menyiapkan dana pendidikan anak dsb. Hal-hal yang tentunya lebih dulu dipersiapkan oleh teman2ku yang menikah.

    Sementara aku sampai kini blm memiliki portfolio untuk hal-hal tersebut. Satu-satunya portfolio yang ku miliki dana membeli rumah dan pensiun. Ya itu sih yang aku butuhin kalau aku ga nikah2. Tapi kalau di pikir2, apa iya aku siap dengan itu semua?, alasan-alasanku ingin menikah benar-benar alasan teknis. Tapi apa iya, aku sudah memenuhi syarat secara mental?, bisa memiliki stok sabar, dan tidak berekspektasi, dan sudah memiliki kecerdasan emosional yang mumpuni dalam membina rumah tangga?, aku tidak tau pasti. Mungkin sesekali aku butuh kali ya konsultasi dengan profesional apakah aku benar-benar siap, atau hal-hal seperti apa yang perlu aku latih dan aku benahi agar aku siap dan dapat menjalani rumah tangga dengan baik.

    Sebenarnya aku juga tidak belum terlalu tua, secara researh usia terbaik menikah itu berada pada rentang 28 tahun - 32 tahun. Usia dimana karir sudah settle, dan siap secara mental, bahkan aku belum memasuki range itu. Mungkin perlu terlambat asal selamat. 

    

Wednesday, 17 August 2022

Ketidakpastian

     Hal yang paling pasti di dunia ini adalah ketidakpastian itu sendiri. Katanya soal penempatan akan di kasih 1x untuk memilih dimana mau ditempatkan. Sebenarnya aku bukan org yang kesulitan dalam memilih, aku bisa memutuskan sesuatu dengan baik. Tapi sayangnya kadang situasinya yang membuat rumit. 

    Sebenarnya aku males banget kalau ada orang yang bahas penempatan, tapi itu obrolan yang sering muncul di kalangan anak cpns. Idealnya kalau udah punya pasangan kan milih pastinya ikut pasangan. Sementara kamu terjebak di hubungan yang belum jelas ada kepastian akan bagaimana, diminta kepastian juga ga bisa ngasih. Mungkin beda cerita kalau misal dia emg blm mapan, masih struggling kerja sana sini, minta kepastian ya emg cari mati sih wkwk, tapi kan di kasus ini kan enggak. Trus ditanya juga dia berubah pikiran dari yang awalnya ga masalah penempatan di mana saja menjadi keberatan, yang mana posisi penempatanku nanti menjadi pertimbangan dia jadi lanjut atau enggak. 

    Jadi disitu aku berada diposisi bingung? Mau pilih pusat atau bandung misalnya, emg yakin bakalan pasti sama dia? kalau ga pasti sama dia kan, tetap aja aku sendirian kan di rantau orang, jujur sendirian di rantau orang ga ada pasangan itu rasanya gimana ya, berasa ga ada yang jagain sih, kalau sakit atau kenapa2 entar gimana, dan opprotunity buat nabung juga lebih dikit karna hidup di jakarta ya costly banget. Kalau pilih Padang, ya pasti ini kabar buruk untuk hubungan ini, karena kalau andainya aku ga dapat pasangan hidup, at least pindah ke kampung halaman ada keluarga. Ga perlu ngekos atau nyewa, makan juga disediain ortu, uang kos dan biaya makannya bisa alihin buat bayar keperluan bersama di rumah, orang tua ikut ke bantu. Ketika milih Padang pun belum tentu di tempatkan di Padang bisa saja di lempar kemana lagi, tp at least dalam waktu 10 tahun aku punya tujuan yaitu pindah ke Padang.

    Ujung-ujungnya balik lagi kan ke hubungan ini, apakah hubungan ini akan di perjuangankan atau tidak? Kalau di bahas yang ada berada pada topik yang ujung-ujungnya berat, dan benar-benar tidak tahu isi hatinya. Aku udah coba kasih tau aja skenarionya seperti ini. Daripada ribut-ribut, putus segan lanjut tak mampu, ga mau bahas-bahas ini dulu sebelum form mengisi penempatan itu ada, tapi skenarionya di flowchart pengambilan keputusannya pun udah ada. Disisi lain sebenarnya buat yang udah berkeluarga juga dipertimbangkan dimana penempatannya di banding yang single yang pasti dilempar jauh. Mau berkeluarga ya berkeluarga dengan siapa? balik lagi kan ujung2nya dengan status hubungan ini di bawa kemana.

    Sebenarnya di usiaku yang sekarang ini emang udah saatnya berada di hubungan yang peta tujuannya jelas kemana, tapi entahlah kalau di perjelas saat ini jawabannya pun ga tau. Sekarang pasrah sama Allah aja, emg yang paling bener nunggu tanggal memilih penempatan dan hasil penempatannya. Mungkin ditempatkan di lokasi mana akan menjadi penentu juga untuk keberlanjutan hubungan ini. Kalau akhirnya di putusin, ya udah mau bagaimana lagi kan, setidaknya aku sudah mengkomunikasikannya dengan baik,  dan memperjuangkan hubungan tetap ada. Kadang dalam hidup memang terpaksa ada yang dikorbankan.

Saturday, 25 June 2022

Menyiapkan Dana Nikah

topik pembahasan orang-orang seumuranku ga jauh-jauh dari soal Nikah, yang sebenarnya aku udah muak mendengarnya. Aku bahas ini di blog bukan berarti aku sdg mempersiapkan itu, tetapi lagi numpahin unek2 aja.

Aku bingung kenapa budaya adanya resepsi pernikahan ini ada? kenapa?. Alasannya ya menjalin silaturahmi, dan mengumumkan ke orang-orang kalau kalian udah sold out ya gitulah intinya, biar ga ada kesalahpahaman di mata masyarakat. Sebenarnya kalau hanya sekedar itu, silaturahmi ga harus diacara nikahan ga sih? lebaran juga bsa silaturahmi, trus juga kalau biar ngasih tau orang-orang kalau udah nikah ya bisa aja acara syukuran sederhana dan apalagi skrg ada medsos, upload 1x aja orang udah pada tau.

Budget nikahan tuh sekarang pastinya diatas 150 juta sampai 250 juta, ya tergantung seberapa mewah. temanku cerita kalau di bantu kakaknya lebih dari 50 juta, atau bahkan hampir separuh dari biayanya dia, trus juga di bantu orang tua, trus aku nyeletuk "enak ya punya kakak dan di bantuin orang tua". Celetukanku berbalas, "kalau kamu karena ga ada kakak, menyiapkan sendiri ya, berarti harus nabung dari sekarang", balas temanku. Hmm pikiran overthinkingku mulai ke trigger, "boro-boro mau mikirin itu semua, jodohnya aja blm ketemu". Mungkin maksud temanku ya kalau jodohnya datang aku udah ready. Tapi dia ga tau gimana perjuanganku bisa nabung, seorang generasi sandwich, yang hidup di ibukota yang ga cuma nafkahin dirinya, tapi juga bantuin keluarganya, kerja siang malam nyari duit tambahan dari kerjaan sampingan biar nutupin kebutuhan dan tetap  bisa nabung untuk masa depan ga semua org tau itu. Sampai ada teman yg nanya, "bisa gtu biaya makan 1.5 juta aja sebulan". Ya gitulah, saking jarang jajan dan ngemil2, atau ngopi-ngopi kayak orang-orang. Betah gtu nyewa kosan di Jakarta ga ada Ac?, ya kalau aku mau ngikutin nyamannya aja terus menerus ya ga akan cukup gaji OJT cpns ini.

Aku bukannya ga nabung ya, tapi ya aku ngerasa nggak mau memaksakan diri aja sih sebenarnya. Aku juga bingung ada temanku yang kondisinya bukan dari kalangan mampu nikah ngutang dulu, nanti selesai baru bayar dari angpau. Aku sampai detik ini masih mempertanyakan, apa se worth it itu ya pesta ngabisin ratusan juta, abis itu bayar hutang. 

Kalau sebenarnya aku mau tanpa ngutang aku bisa mengalihkan tabunganku untuk itu, tapi ada rasa ga rela gitu ya wkwk, capek-capek kerja, mana aku ga cuma biayain diri sendiri tapi juga biayain keluarga juga. Intinya tau diri ajalah, ga usah maksain diri. Tapi ya ga mau nyiapin dana nikah ya karna ga mau berekspektasi aja, nanti takut kecewa, karna jodohnya juga belum ada.

Tapi kalau ada? tetap sih aku ga rela aja gtu ngehambur2in uang. Tapi keluarga pasti bilang, malu atau gengsi, dan apa kata org dsb. Ya makan aja tuh gengsi, mereka mah cuma bisa ngomong, bantuin biayanya juga enggak, yang abis duit tabunganku. Bukan pelit apa gimana ya, aku cuma mau tau diri aja, dan ga mau merepotkan diri sendiri hanya untuk nutup omongan orang. Belajar bersikap bodo amat. Kalau cuma sekedar mengumumkan udah nikah mah, syukuran sederhana aja juga bsa, dan ga harus pesta kan?.


Monday, 7 March 2022

Di Goda Malaikat Maut

Apakah kamu tahu tentang lagu Yoru nika keru? lagu yang iramanya ceria, asik untuk dijadikan lagu belajar atau lagu untuk dijadikan untuk dance. Ternyata lagu dengan intonasi ceria ini ketika dicari maknanya lebih dalam ternyata bercerita tentang seseorang yang depresi dan tindakan suicide.
Terjemahan liriknya seperti ini lah kira-kira:

"Seperti tenggelam dan melebur ke dalamnya
Langit bagi kita membentang di malam hari

Hanya dengan "selamat tinggal"
Satu kata itu membuatku memahami segalanya
Sosokmu dan langit saat matahari tenggelam
Tumpang tindih dengan sisi lain pagar

Sejak pertama kali kita bertemu
Kau telah merebut seluruh hatiku
Kau yang diselimuti oleh udara entah kenapa
Memperlihatkan mata yang sedih

Selalu berbunyi dengan "tik tak"
Entah berapa kali di dunia berdering ini
Dalam suara berisik yang tak dapat disentuh hatiku
Meski air mata seolah mengalir
Aku yakin kita berdua pasti dapat menemukan kebahagiaan yang biasa

Kau yang tak tersenyum di hari yang bising ini
Pasti akan melihat esok yang menyilaukan
Sebelum malam berubah menjadi pagi hari
Genggamlah tanganku ini
Meski dalam hari yang kau benci dan ingin kau lupakan
Aku akan melelehkannya dengan kehangatanku
Jangan takut hingga matahari terbit kembali
Mari kita bersama

Hanya kau yang bisa melihatnya
Aku benci saat kau memandang sesuatu itu
Seperti saat kau mencintai dan jatuh cinta
Aku benci wajah yang seperti itu

Aku tak percaya tapi ingin mempercayainya
Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi kuyakin
Pasti ada banyak hal yang terjadi setelah ini
Entah berapa kali kita marah dan menangis
Meski begitu suatu hari nanti kita pasti akan melaluinya
Saling memahami dan mempercayainya

"Sudah cukup", kau yang muak dengan ini
Menepis tanganku yang mencoba menggapaimu sekuat tenaga
Aku juga muak dengan "sudah cukup"-mu
Sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu

Lihatlah, berbunyi "tik tak" lagi
Entah berapa kali di dunia berdering ini
Kata-kata yang kusiapkan untukmu tetap tak bisa menggapaimu
"Aku ingin mengakhirinya saja"
Ketika aku mengucapkan hal itu
Kau tersenyum untuk pertama kalinya

Aku tak bisa tersenyum di hari yang bising ini
Kau yang terbayang di mataku begitu indah
Air mata yang mengalir di malam sebelum pagi
Akan melebur dengan senyumanmu itu

Aku menangis dalam hari-hari yang tak berubah
Kau pun perlahan mengajakku untuk mengakhirinya
Seperti tenggelam dan melebur ke dalamnya
Kabut yang menyelimuti akhirnya menghilang
Di dalam hari yang kubenci dan ingin kulupakan
Aku menggenggam tangan yang kau ulurkan padaku
Angin dingin yang berhembus saat ini bagaikan sedang menyelami langit
Jangan lepaskan genggaman tangan ini
Sekarang biarkan kita berdua berlari menuju malam"

Lagu ini konon katanya diambil dari esai yang menceritakan seorang laki-laki yang menemukan perempuan yang pindah ke apartemen baru di lantai atas tersebut permpuan ini ingin bunuh diri, ia menghentikannya semenjak itu dia menjadi teman. Perempuan itu cantik dengan mata yang sayu, bibirnya penuh itulah yang menyebabkan laki2 itu jatuh cinta. Setelah beberapa waktu berlaku 15 Agustus perempuan tersebut mengirim pesan singkat yang berisi "sayonara", dan laki-laki itu bergegas menemui perempuan itu lagi di rooftop yang sedang ingin bunuh diri.

Laki-laki itu kecewa dengan segala upaya yang telah iya lakukan, perempuan itu lebih mencintai malaikat maut di banding dirinya. Satu kalimat akhirnya keluar dari mulut pria itu "aku ingin mengakhirinya", perempuan itu tersenyum, baru pertama kalinya laki-laki itu melihat perempuan itu tersenyum secerah itu. Laki-laki itu merasa perempuan itulah malaikat maut untuknya, setelah itu mereka sama-sama menjatuhkan diri dari rooftop apartement.

Banyak orang menyepelekan depresi, depresi layaknya penyakit seperti diabetes dan hipertensi, yang mana penyakit yang harus di sembuhkan, dan penyakit ini bisa menyerang siapa saja tanpa di kehendaki. Depresi bukan hanya sedih, ada perasaan yang lebih menyakitkan bagi orang depresi adalah, perasaan kosong, hampa dan putus asa, perasaan yang tidak hanya cukup diredakan dengan hanya memberikan motivasi. Dan pikiran-pikiran yang merujuk pada rasa ingin mati, pikiran-pikiran yang muncul dari godaan malaikat maut.

Aku pernah memiliki teman yang terdiagnosa depresi, terdiagnosa baru setahun belakangan. Tapi aku sudah melihatnya sedari 8 tahun lalu dengan gejala itu, status-statusnya di sosial media yang sedih, dalam, dan rasanya terpuruk benar-benar dapat menggambarkan sensasi yang ia rasakan, tapi aku tidak pernah terpikir bahwa dia sedang depresi. Setahun belakangan akhirnya dia terdiagnosa dan rutin mengkonsumsi obat psikiater.

Jika kamu merasakan hal demikian, jangan pernah mencoba memendamnya sendiri, cobalah untuk tidak sendiri. Dan jika kamu memiliki teman yang demikian, jangan jauhi dia, tetap perlakukan dia seperti teman biasa, cukup dengarkan apapun keluhannya tanpa menghakimi itu jauh lebih melegakan baginya, dan juga kalau memang sudah terlalu berat kamu bantu bujuk dia dengan halus ke profesional help, karena depresi adalah penyakit latent yang paling banyak menyebabkan kematian.















Thursday, 10 February 2022

Overthinking (1)

 Aku merasa di buru-buru waktu, entahlah mengungkapkannya secara ekplisit rasanya memalukan. Tapi percayalah yang kurasakan adalah kegelisahan yang dirasakan semua org. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa kontrol apa reaksiku, pikiran memang sering traveling memunculkan rasa takut kekhawatiran masa depan dan trauma masa lalu.

Untuk overthinking yang sering kali minta diladeni tengah malam, " nggak capek apa ganggu hidupku terus?", sendiri dan kesunyian adalah moment yang pas untuk pelampiasan emosi. Membuang air mata tidak lagi menjadi tindakan yang memalukan karena ini bukan keramaian. 

Untuk diriku yang masih overmanage, dan terlalu kaku dengan rencana, it's okay semua yang terjadi tak seideal yang diharapkan, tugasmu cuku berusaha yang terbaik yang kamu bisa. Soal hasil, bukan lagi kuasamu. Diriku yang ambisius belajarlah rendah hati menerima ada saatnya kok kamu gagal, terima dan berdamai, yang perlu dipikirkan bagaimana ke depannya. 

Percayalah hidup itu penuh kejutan, jadi apa yang kamu pikir buruk di hari ini belum tentu buruk di masa depan. Mungkin terdengar klise untuk diriku sendiri yang hobbi forecasting, tapi ingat lagi  sosok positif Annisa kecil di masa lalu, yang semangatnya ga pernah padam dengan segala keterbatasan dan underestimate orang-orang. Nisa belajarlah kembali percaya pada dirimu sendiri. sesekali ramah pada dirimu sendiri nis. Jangan sakitin diri sendiri terus menerus,, boleh mengkrtik diri sendiri tapi kamu perlu apresiasi dengan apa yang sudah kamu upayakan selama ini yang sudah berhasil mengantarkanmu ke titik ini.

Aku tau tulisan ini tak tersusun rapi, hanya kalimat loncat dari sebuah pikiran dan hati yang sedang tidak nyaman.

Terima kasih

Monday, 3 January 2022

Tahun Baru Januari 2022

Tahun baru aku pulang kampung ke Pariaman, biasalah setiap berkumpul-kumpul pasti ada aja yang di perbincangkan. Salah satunya soal aku baru saja lolos seleksi cpns. Ayahku berkata "1 beban mengenai pekerjaan udah berkurang, yg belum masih ada beban untuk menikahkan". Bagian soal ngomongin nikah adalah bagian yang paling tidak aku sukai dalam hidup. Aku selalu merasa bagian ini bagian yang tidak menyenangkan untuk dibahas. 

Why?

Semenjak gagal dalam hubungan yang lalu, dan berbagai drama, dan di hina-hina sama keluarga mantan rasanya aku benar-benar kehilangan kepercayaan diri. Aku selalu merasa ga akan disukai siapapun dengan kondisi keluargaku yang biasa-biasa kayak gini. Aku merasa tidak menarik bagi siapapun. Aku juga kurang mengerti ya mengapa pikiran-pikiran negatif pesimis kayak gini muncul ya.

Di tambah juga orang tuaku tipe yang pasif, tipe ngerasa rendah diri juga. 

Apa ini kali ya yg disebut trust issue?