Beberapa kali aku melihat cuplikan-cuplikan terkait rate kelahiran di Indonesia menurun terutama ibukota besar seperti di Jakarta. Anak muda di kota besar takut nikah kenapa sih, alasan sebenarnya ga jauh dari masalah finansial. Sebenarnya seberapa besar sih biaya hidup keluarga muda di Jakarta? karena kebetulan aku lagi ga banyak kerjaan di kantor akhirnya aku mulai iseng untuk melakukan perhitungan-perhitungan kasar dengan skenario, hidup dengan pengeluaran secara normal dan tidak menerapkan frugal living.
Anggap saja ini adalah skenario keuangan sepasang suami istri keluarga muda yang mana perempuannya berusia 30 tahun bekerja sebagai ASN di salah satu kementerian Jakarta Selatan wkwk (bukan aku btw, sebut saja namanya Ayu), dan suaminya berusia 31 tahun bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta (entah ga tau siapa, sebut saja Zainal).
Anggap saja annual income ayu pertahun (termasuk thr dan gaji 13) beserta uang perjalanan dinasnya sebesar 10 juta/bulan, dan Zainal mendapatkan income perbulannya secara annual (termasuk bonus, thr dll) sebesar 24 juta, sehingga join income mereka adalah 34 juta. Sebelum menikah mereka membuat kesepakatan tentang keuangan, Zainal bersedia menanggung beban pengeluaran Ayu untuk beberapa item, tetapi Ayu harus bersedia membayar cicilan pembelian rumah dengan harga 1 M dicicil 15 tahun.
Hasil perhitungannya ternyata adalah sebagai berikut:
Disini ceritanya Ayu sudah menabung cukup banyak sebelum menikah sehingga ia berani membayar uang muka 35%, dan lama pinjaman 15 tahun. Selain itu Ayu dan Zainal ini perantau, disini diasumsikan bahwa mereka pulang sekali setahun ke Sumatera dan 1x dalam setahun ke Jawa.
Sedangkan Zainal juga sudah menabung tetapi prefer sebagian uangnya dialokasikan di Saham saja, sedangkan Ayu tipe moderat sehingga kalau dia pikir2 daripada ditaruh di SBN ritel yang paling2 dapat return 5,8%, sementara margin kpr 10% mending besarkan di DP saja.
Disini ceritanya mereka berdua belum memiliki anak, mungkin diperkirakan 2 tahun ke depan sudah memiliki anak, biaya persalinan caesar di Jakarta sekitar 40 juta, belum biaya selama kehamilan ada senam hamil, USG, susu dan sebagainya. Sehingga Zainal harus menyiapkan uang setiap bulannya 2 juta, untuk kelahiran anak tersebut.
Mungkin cukup itu saja tulisan dari cerita Annisa kali ini, ya ini memang hitungan-hitungan matematis saja, ya yang maha pemberi rezeki adalah Allah SWT. Tulisan ini bukan jadi alat pembenaran juga, tetapi sebagai alat prediksi saja yang mungkin bisa salah dan meleset juga. Cerita diatas hanya skenario fiktif belaka.
Sebenarnya banyak masalah rumah tangga terkait finansial karena kurang cermatnya dalam merencanakan keuangan sejak dini. Ada banyak perbedaan saat hidup sendiri dibandingkan setelah berkeluarga. Contoh sederhananya saja, saat hidup sendiri ngekos dengan budget 2 juta saja cukup, sedangkan setelah berkeluarga harus memikirkan terkait memiliki hunian rumah, kendaraan seperti mobil dan sebagainya, memiliki kendaraan dan rumah tentu akan berdampak pada pengeluaran lainnya yang jarang diperhitungkan, yaitu membayar pajak, membayar bensin dan tol, membayar maintenance, mengisi perabotan rumah. Sedangkan disaat hidup sendiri, biaya tersebut tidak perlu menjadi perhitungan.
Jadi tidak heran akhir-akhir ini di social media sering kita dengar terkait gaya hidup frugal, ya itu tadi agar memilah pengeluaran secara mindful, sedikit menunda kesenangan, mengalokasikan budget sesuai kebutuhan. Hidup di kota besar enggak mudah, apalagi kalau menjadi sandwich generation. Ketika perempuan bekerjapun, harus memikirkan bagaimana cara bisa membayar ART ataupun Daycare untuk mengasuh anak dan itu cukup besar 5 juta/perbulannya. That's why, mungkin ini yang bikin anak muda jadi kesulitan untuk menikah, ini baru urusan finansialnya, belum lagi urusan mencari pasangan yang sesuai.
No comments:
Post a Comment