Frugal living merupakan suatu pendekatan atau gaya hidup di mana individu secara sengaja mengurangi pengeluaran mereka untuk mencapai kestabilan keuangan, menghemat uang, dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Pendekatan ini melibatkan perencanaan anggaran yang bijaksana, menghindari pembelian impulsif, dan mencari cara-cara kreatif untuk mengurangi pengeluaran. Tujuannya adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan, serta mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien agar bisa mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Sebenarnya aku udah menjalani hidup frugal ini 28 tahun, ya dari awal terlahir ke dunia ini. Hal yang ga bisa aku pungkiri, berawal hidup frugal karena emang kemampuan finansial keluarga yang ga mumpuni alias memang miskin. Kita ga bisa memilih terlahir dari keluarga yang mana bukan? yang bisa diupayakan adalah bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan resource yang kita miliki.
Pada mulanya memilih hidup frugal karena tuntutan keadaan. Saat itu yang ada dipikiran orang tuaku, ya gimana anaknya bisa sekolahlah, bahkan orang tuaku tidak pernah membayangkan bagaimana anaknya bisa kuliah apalagi hingga S2. Ayahku dulu bekerja sebagai arsitek di sebuah konsultan swasta di kota Padang, menikah disaat masih kuliah, saat ibuku mengandung ayahku sakit keras dan terpaksa resign dari pekerjaan. Hidup dengan ekonomi seadanya dan ibuku hanya bekerja rumah tangga. Saat itu ayahku masih mengusahakan bekerja secara freelance sampai akhirnya kembali bekerja di konsultan hingga aku usia 7 tahun.
Aku tidak tahu persisnya kenapa ayahku tidak lagi lanjut bekerja di konsultan, seingatku saat itu tempat bekerjanya bangkrut. Setelah itu ayah hanya bekerja perproyek sebagai pengawas, yang ini tidak menetap sepanjang tahunnya. Ibuku harus pintar-pintar menyiasati keuangan sedemikian rupa dan sangat menekan pengeluaran. Sebenarnya menurutku yang dilakukan bukan cuma berhemat saja, mestinya mereka mencoba cara lain dengan sumber income lain, tetapi mereka selalu mengelak tidak punya bakat usaha dan sebagainya. Saat itu aku dititipkan tinggal di Pariaman. Tinggal bersama orang lain selain keluarga kandung, tidak selalu bisa akur, harus bisa menyesuaikan diri, dan aku harus membantu pekerjaan-pekerjaan dirumah.
Hidup di rumah orang lain bukan berarti tanpa konflik, ya mau ga mau harus dihadapi sendiri. Sebenarnya hal ini masih menjadi kesesalan juga sih bagi orang tuaku, meninggalkan anak di usia masih anak2 di rumah orang lain karena ekonomi. Bukan mengagungkan materi, aku masih sangsi sama orang berpikir banyak anak banyak rejeki dan semuanya dipikirin nanti saja, hidup di ekonomi yang sulit itu ga enak, kasian yang kalau anak-anak yang jadi korbannya.
Saat menjalani hidup frugal living, ya benar-benar memilah dan memilih banget pengeluaran. Saat itu jarang banget beli baju baru, trus juga seragam sekolah aja pintar-pintar dirawat aja, cari sekolah yang dekat dari rumah dan ga bayar spp, buku-buku either photocopy atau ga ya minjam dari perpus. Ke gramedia cuma bisa beli satu buku doang dalam 1 semester, itupun nabung dulu. Kalau ada uang lebih di tabung, hampir ga pernah makan diluar, ibuku selalu masak, jalan-jalan juga dekat rumah aja.
Manfaatnya, selama hidup susah itu ga pernah terjerat hutang, nggak pernah nyusahin orang lain untuk memenuhi gaya hidup, emang sih kesannya prihatin. Tapi percaya ga sih hidup terlalu frugal begini banyak jugaloh negatifnya, orang lain selalu ngira kita miskin banget, orang lain selalu underestimate sama kita, bahkan keuargan ibuku aja ada yang bilang ke aku "kamu sekolah rajin-rajinpun ga akan bisa kuliah kayak orang-orang, kuliah kedokteran mahal dsb", begitulah celotehan orang-orang. Tapi anehnya aku ga tau punya mental sebaja itu saat itu, aku ga peduli apapun omongan orang lain tentang masa depanku, saat itu akupun juga belum kebayang sih mau sukses seperti apa, yang jelas aku cuma belajar sebaik-baiknya.
Selain itu ga enaknya lagi, ga punya budget nongkrong atau jalan-jalan sama temana-teman, jadinya ya ga punya banyak teman. Paling temanan dengan orang-orang yang ekonominya sama. Sayangnya selama aku sekolah dari SD hingga SMA, aku nggak pernah dapat beasiswa, ga ada orang yang nyangka aku hidup cukup prihatin, karena yang mereka lihat aku sekolah anaknya rapi, dan ga pernah diketahui orang-orang soal susah hidupnya. Saat masuk kuliah disitulah aku nekat mendaftarkan diri agar di daftarkan beasiswa, dan guru kaget karena baru tau kalau orang tuaku kerja ga menetap.
Singkat cerita aku kuliah, masih hidup frugal tapi setidaknya lebih layak, saat itu entah mengapa rezeki keluargaku membaik semenjak aku mulai kuliah. Meskipun mengandalkan beasiswa, tapi orang tua tetap membantu uang kos setiap bulannya. Aku tinggal di kosan yang murah, dan ya berusaha hemat juga karena anak rantau.
Singkat cerita aku lulus dan bekerja, harus menghidupi diri sendiri. Masih hidup frugal tapi setidaknya lebih baik, nggak yang susah lagi. Tapi emang pengeluaran yang butuh-butuh aja seperti makanan harus bergizi, tapi ya ga harus beli online terus atau di tempat yang fancy. Sesekali ya ada makan di luar pas nongkrong sama teman dan sebagainya. Tapi emang nggak ngikutin trend aja sih, ketika orang-orang pada beli iphone seri terbaru, ya aku masih stay dengan hp samsung yg harganya dibawah 4 juta. Beli hp baru kalau udah 3 atau 4 tahun pakai atau ga udah bener2 rusak. Beli baju yang emang nyaman dan oke di pakai berkali-kali.
Saat ini aku sudah 5 tahun bekerja, tabunganku lumayan cukup untuk orang-orang seusiaku. Sampai sekarang aku masih menjalani frugal living, tapi bukan karena keadaan tetapi emang karena pilihan. Aku punya target 4 sampai 5 tahun lagi punya jumlah aset tertentu, dengan income dan pengeluaran saat ini harusnya bisa tercapai. Setelah itu tercapai, mungkin aku ga akan frugal lagi, hidup normal dan mengutamakan kenyamanan juga tetapi pengeluarannya ga lebih dari pendapatan utamaku sebagai pns. Ya paling nanti aku bisa nabung dari honor perjalanan dinas, side hustle, dan return aset saja.
Untuk lepas dari kebiasaan agak sulit, memang harus bertahap, frugal living memang membuatku lebih mindful melakukan pengeluaran. Kalau ngikutin gaya hidup berapapun uang ga akan terasa cukup sih. Meningkatkan gaya hidup sangat lebih mudah ketimbang menurunkannya. Jadi ya sebenarnya frugal living juga ga buruk2 amat, frugal living karena keadaan emang rasanya menyiksa dan prihatin, tapi kalau frugal karena emang pilihan dan ada tujuan keuangan yang ingin dicapai tidak masalah, karena cara frugalnya beda. Saat frugal living karena keadaan, hampir totalitas banyak pengeluaran yang di cut, tetapi kalau karena pilihan memang karena ingin saving lebih aja, pengen lebih cepat financial freedom aja, memang sifatnya cuma nunda kesenangan aja tapi masih bisa have fun.
No comments:
Post a Comment