Friday, 8 December 2017

Kisah Perjuanganku Masuk ITB

Hello semua, 
Berawal dari sebuah pertanyaan seorang murid SMA yang bertanya mengenai perjuangan saya masuk salah satu kampus idaman siswa SMA yaitu ITB.
Baiklah, kali ini saya akan bercerita. 

2010
Saya seorang anak desa, yang bersekolah di salah satu sekolah SMA favorit di kota Pariaman, yaitu SMA N 1 Pariaman. Saya memilih bersekolah disini karena tenaga pengajarnya yang bagus, siswa-siswanya pandai, tanpa spp dan lingkungan sekolahnya yang nyaman. Saat itu aku masuk kelas unggul, kelas dimana kami dikumpulkan bedasarkan seleksi nilai rapor, wawancara, serta prestasi selama di SMP. Mungkin yang membuat saya terdampar di kelas ini adalah karena semasa SMP saya pernah meraih juara umum, aktif di kegiatan sekolah dan berbagai perlombaan akademik. Pertama kali di lokal unggul ini Alhamdulillah aku meraih ranking 6 di kelas.

Mei 2011
Tahun 2011 adalah tahun dimana mulai adanya jalur SNMPTN undangan, dan adanya beasiswa Bidikmisi. Saat itu ada seniorku yang berinisial Y, lulus SNMPTN undangan dengan beasiswa Bidikmisi di ITB, fakultas STEI. Yeah, itulah awal pertama kali ku mendengar nama ITB. Sebelumnya aku tidak pernah berfikir untuk kuliah disini, karena yang saya tahu saat itu nama kampus hanya 2 yaitu Unand dan UNP. Guru matematika saya sangat membanggakan prestasi bang Y ini, dan saya dengar siswi yang menjadi juara kelas di kelasku menginginkan masuk universitas itu juga. Saya semakin penasaran, bagaimana sih kampus ini?. Berawal dari situ saya mencari tahu mengenai ITB lewat bantuan mbah google, dari situ saya melihat data-data yang ada bahwa untuk masuk ITB persaingannya cukup ketat.

September 2011
Libur panjang lebaran usai sudah, saya kembali masuk sekolah. Saya mencoba menghubungi bang Y ini lewat fb meskipun sebelumnya tidak kenal. Dari situ aku menggali informasi sebanyak-banyaknya. Saat itu aku bercita-cita ingin menjadi arsitek, dan di ITB terdapat di fakultas SAPPK (sekolah arsitektur dan perencanaan wilayah dan kota), nama fakultasnya keren ya. SAPPK ini tingkat kesulitannya termasuk menengah di ITB. Detik itu juga saya seperti menemukan tujuan yang terarah yaitu masuk SAPPK ITB. Semenjak itu mulai awal semester 1 kelas 11, aku rajin belajar. Saya membahas soal-soal sbmptn dari buku yang aku pinjam di perpus, setiap minggu aku harus memperpanjang peminjaman buku tersebut. Setiap hari saya menargetkan membahas 5 soal. Dan itu memang konsisten saya jalani setiap hari sampai buku-buku tersebut khatam.


Prestasi saya meningkat, nilai saya yang awalnya selalu di bawah 80 menjadi diatas 90, dan di beberapa lomba pun aku mampu masuk sebagai finalist. Dari sini saya menyimpulkan, jika kita memiliki tujuan yang jelas, maka alam bawah sadar membuat kita berusaha menuju apa yang kita inginkan dan semestapun mendukung, jadi jangan takut bermimpi, tapi kerahkan seluruh tenaga untuk menggapainya. 

Saya berasal dari keluarga sederhana, saat SMA saya tidak pernah les atau bimbel (padahal sekarang saya jadi pengajar les wkwk), selama SMA aku benar-benar mengandalkan belajar sendiri di kosan (sedari SMA saya sudah kos, belajar hidup mandiri, memasak, dan mencuci pakaianpun saya lakukan sendiri). Rata-rata teman sekelas saya mengikuti les, tapi itu tidak menyulutkan semangat saya, saya belajar dengan cara saya sendiri. Saat itu saya sering belajar menggunakan hp yaitu lewat fanpage facebook yang sering terdapat kuis-kuis mafiki, saya sering memenangkan kuis dan mendapatkan reward berupa pulsa.

2012
Orang tua saya mulai mengetahui keinginan diam-diam saya saat itu adalah ingin masuk ITB, dan mereka melihat diantara selipan catatan-catatan buku saya. Saat itu orang tua saya berterus terang tidak mampu menyekolahkan saya kesana dan terlebih lagi orang tua saya mengira bahwa saya tidak akan mampu hidup sendiri di rantau orang sana. Tetapi, saya mencoba meyakinkan orang tua saya, bahwa saya akan mencari beasiswa dan saya saat itu saya ingin mendapatkan beasiswa Bidikmisi yaitu beasiswa dari menteri pendidikan dengan mengcover biaya kuliah dan memberikan biaya hidup juga. Orang tua saya tetap menolak. Saat itu saya terdiam, apa saya akan melanjutkan mimpi ini atau tidak. Tapi ternyata hati saya tidak berubah, pikiran saya masih saja tertuju ingin berkuliah di ITB. Lambat laun akhirnya orang tua saya mengizinkan kan walaupun saya tahu ketika itu ayah berkata pada Ibu "biarkan saja dulu, jangan patahkan semangatnya, toh dia belum tentu bias lulus ITB".

Zoom In ITB 2013
Ini adalah salah satu event tahunan yang di selenggarakan mahasiswa ITB yang berasal dari Sumbar. Praevent nya adalah kakak kelas saya dating ke kelas-kelas di SMA untuk sharing pengalaman dan memberikan informasi mengenai bagaimana berkuliah di ITB. Acara besar zoom in ini dilaksanakan di Universitas Andalas Padang. Saya pun datang ke acara ini bersama teman-teman sekolah saya. Saya sangat antusias. Disitu terdapat acara seminar berupa penjelasan mengenai fakultas di ITB, penampilan dari UKM, dan terdapat stand2 seperti stand fakultas dan beasiswa.  Saat itu saya senang sekali dan gemes melihat jaket hijau Tosca ITB dan bergumam semoga tahun depan saya dapat memakai jaket tersebut dan menjadi Panitia Zoom In ITB (Alhamdulillah ternyata keinginan ini tercapai setelah setahun kemudian, saya menjadi anggota dana usaha dan datang ke sebuah Bimbel di kota Padang untuk mengajukan proposal dana).


2013
Impian semakin dekat, ujian nasional pun akan dimulai. Semangat belajar saya pun semakin membara. Saya dan teman-teman sekelas menuliskan impiannya masing-masing di dinding kelas. Dan saya menulis ini.
Amiin


Di bangku sekolah saya terdapat ini.


Saat itu saya bingung menentukan mana yang saya pilih antara FTSL dan SAPPK, karena dari kecil saya sangat tertarik dengan infrastruktur. Setelah saya cari tahu ternyata minat saya lebih cocok FTSL karena saya lebih minat di Teknik Sipil. Akhirnya pada memasukan data SNMPTN saya pilih Teknik Sipil.

Saat itu beberapa orang dari teman saya di kelas diajukan untuk beasiswa BM, tetapi saya tidak diajukan oleh sekolah. Oleh karena itu saya dating ke guru BK dan menceritakan keadaan diri saya dan saya butuh beasiswa itu. Guru BK pun mengurus data diri saya dan membimbing saya untuk melengkapi persyaratan-persyaratannya. 

Pandangan Orang Terdekat
Suatu hari orang tua saya dating ke rumah salah satu keluarga saya, mereka bertanya "Annisa ingin kuliah dimana?", orang tua saya menjawab "Katanya ingin mencoba daftar di ITB". Salah seorang dari keluarga tersebut langsung mengatakan seperti ini "Emangnya ada uang 50 juta? ITB uang masuknya segitu. Masuk ITB itu harus punya uang dan harus pintar", dengan ekspresi yang kurang mengenakan. Orang tua sayapun menjelaskan sebenarnya sekarang sudah ada beasiswa, tapi ya mereka yang mendengar tetap tidak mempercayai dan terkesan mematahkan. 

Walaupun saya tidak mendengar langsung, ya saya sedih orang tua saya dianggap seperti itu. Saya sadar bahwa saya berasal dari orang sederhana, tapi kata-kata yang pedih diatas saya jadikan motivasi bagi diri saya untuk membuktikan bahwa saya bisa berkuliah di ITB dengan beasiswa. Semenjak peristiwa itu, orang tua saya tidak pernah lagi menjawab kalau saya akan berkuliah di ITB, setiap teman-teman ataupun keluarga yang bertanya kedua orang tua saya selalu mengatakan bahwa saya akan masuk Teknik Sipil Unand. Iya tak apa, orang lain tak perlu tahu mimpi saya seperti apa, yang jelas saat itu saya focus saja untuk belajar.

Mei 2013
Pengumuman SNMPTN undangan
Hari itu akan diummkan hasil SNMPTN undangan, saya tidak berharap banyak, karena saya hanya ranking 11 di kelas, biasanya yang lolos SNMPTN undangan dari sekolah saya hanya yang juara 3 besar umum dari sekolah saya. Tapi sore itu ternyata Allah berkehendak lain, impian saya di kabulkan, saya di terima di FTSL ITB. Ya betapa senangnya saya saat itu. Tapi di hari yang sama saya sedih, terbayang bahwa saya akan meninggalkan keluarga dan hidup di rantau orang sendirian.

Saya di antarkan ibu ke Bandung, dan ditemani sampai saya mendapat asrama. 2 Hari pertama di Bandung, saya sedih, saya tidak sanggup meninggalkan keluarga. Tetapi ibu selalu menguatkan saya bahwa saya disini untuk masa depan saya, dan Ibu slalu mendoa untuk kesuksesan saya. Akhirnya saya masuk asrama, di asrama saya menemukan 2 orang teman orang Minang yaitu Dela dan Fitra. Kita pun sering bersama-sama. Ibupun akhirnya kembali ke Padang. Sedih ya pasti, homesick diawal-awal ya pasti ada, tapi akhirnya saya pun terbiasa.
 OSKM ITB

Ketika Matrikulasi ITB