Setelah memasuki umur lebih dari 25, percayalah pertanyaan "kapan nikah" akan menjadi pertanyaan yang membisingkan di telinga.
Sekarang umurku 23 tahun, tapi aku belum merasakan hal ini kentara, tapi aku yakin akan melewati fase itu, and now, I'm preparing. Di usia 23 tahun, beberapa teman SMP, SMA, dan kuliah sudah banyak yang married. Sebetulnya ku tak menginginkan secepat itu, ya aku ingin menikah diatas usia 25 atau 26 tahun tapi yang jelas di bawah 30 tahun.
Kembali pada pengamatanku pada kawan-kawan seumuranku, biasanya mereka sudah punya pacar atau kecengan yang siap diajak melangkah lebih. Jangan tanya aku kapan wkwk. Aku sempat melakukan riset kecil-kecilan mengenai pertanyaan sensitif ini pada kawan-kawanku yang sudah beranjak umur diatas 26 tahun, yea wawancara yang cukup menantang bukan hehe. Ada resiko bakal di jauhin sama mereka, tapi aku cukup pandai membawakan wawancara ini, tanpa membuat mereka merasa tersinggung, dengan cara berlakulah sebagai sahabatnya dan jangan mengguruinya.
Berikut hasil pengamatanku dengan beberapa responden, yang dinominasi perempuan. Memang targetku respondennya perempuan, karena perempuanlah yang sangat krisis untuk soal umur pernikahan, banyak faktor diantaranya, kesuburan, dan daya tarik bagi lawan jenis. Karena kenyataan di lapangan membuktikan bahwa kecendrungannya laki-laki lebih senang memiliki pasangan yang umurnya lebih muda darinya. Postingan ini tidak bermaksud memojokan kaum perempuan, tapi agar kita sama-sama respect dan paham salah satu bentuk quarter life crisis yang nyata dalam hidup salah satunya ini.
Responden pertama A, umur menginjak 30 tahun, perempuan.
A mengaku diusia tersebut belum memiliki teman kencan, bahkan seumur hidup belum pernah pacaran. Sempat di jodoh-jodohkan oleh orang tua tetapi belum sesuai dengan seleranya. Sempat jatuh cinta pada pria yang benar-benar cocok dengan dirinya, tapi kehendak kenyataan berkata lain. Ia memang memiliki niat menikah, tapi hanya dengan orang yang bisa membuatnya jatuh cinta. Selama pergi jalan-jalan, reunian, rata-rata ia menemui teman pria seumurannya sudah menikah. Bingung juga gebet yang mana.
Responden B, umur 27 tahun, perempuan.
Kalau responden B memang agak menutup diri. Bahkan ia belum pernah yang benar-benar srek dengan seorang pria. Dan belum ada yang mengalihkan perhatiannya. Kondisi hidupnya memang berat, keluarganya broken home, dia menderita bipolar dan bertahun-tahun mengkonsumsi obat anti depresan. Orang tua sempat menjodoh-jodohkannya, tapi belum nemu yang klik.
Responden C, 28 tahun, perempuan.
Wawancara dengan responden C ini melalui adiknya, bukan melalui orangnya langsung karena nggak kenal hehe. C merupakan salah seorang karyawan BUMN yang bonafit, karirnya bagus, dan ya kesejahteraannya sudah terjamin. Belum menikah karena ya belum ketemu yang melamar. Sempat dekat dengan seorang rekan kerja di perusahaan yang sama, namun peraturan di perusahaan tidak diijinkan menikah sesama karyawan, salah satunya harus mengundurkan diri jika sudah berstatus karyawan tetap.
Responden D, 32 tahun, perempuan
Sebetulnya ini kakaknya si C, C juga pegawai salah satu BUMN. Karir bagus dan sudah menikah dengan suaminya yang bekerja sebagai kontraktor lokal, tapi diusia 30 tahun. Suaminya merupakan teman SMA nya. Sempat hamil, tapi keguguran karena kandungannya lemah.
Responden E, 27 tahun, laki-laki
Memilih belum menikah karena masih mencari yang terbaik, sedang gencar-gencarnya melakukan penjajakan ke berbagai wanita sekaligus, incaran yang di cari dinominasi yang bekerja di sektor kesehatan terutama dokter, dan lulusan universitas bonafit lainnya. Sempat berpacaran dengan seorang dokter, tak di jelaskan mengapa kandas di tengah jalan.
Responden F, 27 tahun, belum menikah.
F belum menikah karena beberapa faktor, belum ada yang melamar, jatuh cinta pernah, tapi di simpan diam-diam. Kakaknya belum menikah, ya sejauh ini merasa aman-aman saja karena kakaknyalah yang dibombardir dengan pertanyaan kapan nikah. Selain itu ia sedang ingin fokus studi S3 di luar negeri. F memang anak yang senang belajar, untuk urusan pendidikan ia bagaikan atlet marathon, kuat tanpa jeda berkuliah dari TK hingga S3.
Saya menarik suatu kesimpulan bahwa banyak responden yang melajang di atas usia 26, karena bebarapa faktor berikut:
1. Belum menemukan yang cocok
2. Belum adanya yang siap melamar
3. Mindset laki-laki lebih senang yang umurnya lebih muda
4. Sibuk karir dengan karir/pendidikan
5. Selektif
6. Peraturan perusahaan/ tempat kerja
7. Kakak yang belum menikah
8. Masih nyaman sendiri (ini mah aku tambah-tambahin aja biar rame hehe)
Tapi memang tak bisa di pungkiri juga untuk menemukan seseorang yang tepat itu ibaratnya trial n' eror, atau semacam looping dan interasi. Misal coba dekat dengan A, ah ternyata nggak match, coba dengan B masih nggak, dengan C eh cocok. Ada yang iterasinya cepat konvergen ke suatu titik yaitu si dia yang jadi jodoh, ada juga yang lama, tapi kan tetap konvergen. Mungkinkah inetrasi ini akan divergen? menjalani iterasi yang divergen memang melelahkan tidak ada gunanya. Tapi itulah hidup, yaitu untuk hal ini agak misterius, apakah konvergen atau divergen? ga ada yang tau. Yang bisa diusahakan adalah mengusahakan yang terbaik yang kita mampu.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah memperluas pergaulan dan mencari mak comblang. Sebetulnya beberapa dari kita terutama perempuan, malu menggunakan jasa mak comblang, ada yang merasa takut dianggap agresif, atau kebelet banget nikah atau sejenisnya. Dogma dimasyarakat bahwa perempuan hanya berlaku menunggu itu bisa jadi salah satu faktor pemicu kelajangan di usia diatas 26. Tapi mungkin caranya yang kurang tepat. Kawan dekatku sempat bercerita tentang ta'aruf proses, yang mana salah satu rangkaiannya dengan sebar CV, tapi melalui perantara yang di dapat di percaya. Dan hal ini tanpa harus mengurangi kehormatan seorang perempuan. Kalau ada diantara orang yang ditawarkan CV ini klik, maka barulah CV yang laki-laki di tawarkan ke perempuan itu. Kalau nggak cocok ya sudah, tapi kalau cocok lanjut ke tahap kenal lebih lanjut. Menarik sih ya proses ini. Mungkin buat kamu yang tengah mengalami qurter life crisis seperti ini, bisa di coba cara ini, siapa tau membantu.
Responden F, 27 tahun, belum menikah.
F belum menikah karena beberapa faktor, belum ada yang melamar, jatuh cinta pernah, tapi di simpan diam-diam. Kakaknya belum menikah, ya sejauh ini merasa aman-aman saja karena kakaknyalah yang dibombardir dengan pertanyaan kapan nikah. Selain itu ia sedang ingin fokus studi S3 di luar negeri. F memang anak yang senang belajar, untuk urusan pendidikan ia bagaikan atlet marathon, kuat tanpa jeda berkuliah dari TK hingga S3.
Saya menarik suatu kesimpulan bahwa banyak responden yang melajang di atas usia 26, karena bebarapa faktor berikut:
1. Belum menemukan yang cocok
2. Belum adanya yang siap melamar
3. Mindset laki-laki lebih senang yang umurnya lebih muda
4. Sibuk karir dengan karir/pendidikan
5. Selektif
6. Peraturan perusahaan/ tempat kerja
7. Kakak yang belum menikah
8. Masih nyaman sendiri (ini mah aku tambah-tambahin aja biar rame hehe)
Tapi memang tak bisa di pungkiri juga untuk menemukan seseorang yang tepat itu ibaratnya trial n' eror, atau semacam looping dan interasi. Misal coba dekat dengan A, ah ternyata nggak match, coba dengan B masih nggak, dengan C eh cocok. Ada yang iterasinya cepat konvergen ke suatu titik yaitu si dia yang jadi jodoh, ada juga yang lama, tapi kan tetap konvergen. Mungkinkah inetrasi ini akan divergen? menjalani iterasi yang divergen memang melelahkan tidak ada gunanya. Tapi itulah hidup, yaitu untuk hal ini agak misterius, apakah konvergen atau divergen? ga ada yang tau. Yang bisa diusahakan adalah mengusahakan yang terbaik yang kita mampu.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah memperluas pergaulan dan mencari mak comblang. Sebetulnya beberapa dari kita terutama perempuan, malu menggunakan jasa mak comblang, ada yang merasa takut dianggap agresif, atau kebelet banget nikah atau sejenisnya. Dogma dimasyarakat bahwa perempuan hanya berlaku menunggu itu bisa jadi salah satu faktor pemicu kelajangan di usia diatas 26. Tapi mungkin caranya yang kurang tepat. Kawan dekatku sempat bercerita tentang ta'aruf proses, yang mana salah satu rangkaiannya dengan sebar CV, tapi melalui perantara yang di dapat di percaya. Dan hal ini tanpa harus mengurangi kehormatan seorang perempuan. Kalau ada diantara orang yang ditawarkan CV ini klik, maka barulah CV yang laki-laki di tawarkan ke perempuan itu. Kalau nggak cocok ya sudah, tapi kalau cocok lanjut ke tahap kenal lebih lanjut. Menarik sih ya proses ini. Mungkin buat kamu yang tengah mengalami qurter life crisis seperti ini, bisa di coba cara ini, siapa tau membantu.