Tulisan ini terinspirasi dari kejengahan terhadap pertanyaan , dari beberapa temanku. Pertanyaan itu seperti, "Nis, kamu nggak suka belanja ya?", "Nis, kamu kok tas atau sepatunya dikit banget?", "Nis, kenapa kamu sukanya warna-warna netral kayak gini?", dan sederet pertanyaan yang mirip-mirip itu, entah bermaksud kepo atau mungkin aja (nggak bermaksud berprasangka buruk sih) mereka mikir "Annisa pelit banget sama diri sendiri".
Aku tidak menyalahkan apapun penilaian orang terhadap diriku, karena ya penilaian itu bisa saja sebuah impuls yang mesti di tanggapi atau tidak perlu. Latar belakang keluarga, pengalaman hidup, lingkungan dan pemahaman terhadap sesuatu menjadi faktor-faktor krusial yang mempengaruhi gaya hidup seseorang.
Tapi hal yang paling besar yang mempengaruhiku dalam hidup adalah pemahaman. Karakter ku yang pemikir selalu mencari tau makna dan esensi dalam setiap tindakan. Misalkan based on pertanyaan-pertanyaan temanku diatas, mengapa aku begini begitu. Aku memang orang yang tidak biasa dengan kemewahan dan juga tidak pantas dengan kemewahan. Aku terbiasa sederhana. Membeli sesuatu karena memang aku perlu, buat apa banyak barang tapi jarang di pakai atau justru memenuhkan ruangan saja?. Selain itu juga membuatku tidak khawatir akan kehilangan, misal aku tanpa khawatir menaro sepatuku di luar kamar, bahkan ketika kosanku kecurian sepatu, sepatuku tidak hilang, karena memang bukan dari brand yang bagus wkwk.
Dalam mendesain interiorpun, yang paling aku senangi adalah scandinavian, desain yang sederhana, tegas, dan terlihat bersih. Entah, kadang justru aku yang bertanya balik, kenapa teman-temanku begitu hobi belanja, termasuk adikku juga. Memang menurut penelitian, kegiatan seperti itu bisa mengurangi stress dan melepaskan hormon endorfin. Tapi bagiku sumber endorfin itu sangat banyak dengan cara lain.
Jadi memang menurut pemahamanku gaya hidup simplicity itu menyenangkan dan banyak menguntungkan. Emangnya apa aja?
1. Praktis. Tidak butuh banyak tempat penyimpanan barang, kalau pindah-pindah juga gampang
2. Hemat. Mending uangnya di investasikan, ya ga sih?
3. Jauh dari kemubaziran
“Sesungguhnya sejelek-jelek umatku adalah suatu generasi yang tumbuh besar dalam kemewahan, mencari beraneka ragam makanan dan beraneka model pakaian serta sombong berbicara “(hadist riwayat ahmad).
Kadang aku juga sedikit miris dengan kehidupan yang mengglobal seperti ini, terutama tentang food photography juga. Tak masalah jika itu dimanfaatkan buat semacam promosi atau lomba photography, tapi entah mengapa begitu trendnya berlomba-lomba makan di tempat yang mahal atau tempat bonafit dan memamerkan apa yang dimakan di dunia maya. Bukan bermaksud iri atau dengki, menurut pemahamanku, aku tidak menemukan manfaat dari hal semacam itu. Sementara apa kita tidak menenggang perasaan orang yang di luar sana kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Maaf kalimat terakhir ini tidak nyambung dengan kalimat-kalimat diatasnya. Resolusiku tahun ini adalah, mensyukuri segala apapun yang aku miliki, dan merasa cukup akan itu. Aku tetap menerapkan simplicity dalam hidupku. Itu saja.