Wednesday, 23 August 2023
Anak Muda Jakarta Takut Nikah
Monday, 21 August 2023
Pengalaman Frugal Living
Frugal living merupakan suatu pendekatan atau gaya hidup di mana individu secara sengaja mengurangi pengeluaran mereka untuk mencapai kestabilan keuangan, menghemat uang, dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Pendekatan ini melibatkan perencanaan anggaran yang bijaksana, menghindari pembelian impulsif, dan mencari cara-cara kreatif untuk mengurangi pengeluaran. Tujuannya adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan, serta mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien agar bisa mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Sebenarnya aku udah menjalani hidup frugal ini 28 tahun, ya dari awal terlahir ke dunia ini. Hal yang ga bisa aku pungkiri, berawal hidup frugal karena emang kemampuan finansial keluarga yang ga mumpuni alias memang miskin. Kita ga bisa memilih terlahir dari keluarga yang mana bukan? yang bisa diupayakan adalah bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan resource yang kita miliki.
Pada mulanya memilih hidup frugal karena tuntutan keadaan. Saat itu yang ada dipikiran orang tuaku, ya gimana anaknya bisa sekolahlah, bahkan orang tuaku tidak pernah membayangkan bagaimana anaknya bisa kuliah apalagi hingga S2. Ayahku dulu bekerja sebagai arsitek di sebuah konsultan swasta di kota Padang, menikah disaat masih kuliah, saat ibuku mengandung ayahku sakit keras dan terpaksa resign dari pekerjaan. Hidup dengan ekonomi seadanya dan ibuku hanya bekerja rumah tangga. Saat itu ayahku masih mengusahakan bekerja secara freelance sampai akhirnya kembali bekerja di konsultan hingga aku usia 7 tahun.
Aku tidak tahu persisnya kenapa ayahku tidak lagi lanjut bekerja di konsultan, seingatku saat itu tempat bekerjanya bangkrut. Setelah itu ayah hanya bekerja perproyek sebagai pengawas, yang ini tidak menetap sepanjang tahunnya. Ibuku harus pintar-pintar menyiasati keuangan sedemikian rupa dan sangat menekan pengeluaran. Sebenarnya menurutku yang dilakukan bukan cuma berhemat saja, mestinya mereka mencoba cara lain dengan sumber income lain, tetapi mereka selalu mengelak tidak punya bakat usaha dan sebagainya. Saat itu aku dititipkan tinggal di Pariaman. Tinggal bersama orang lain selain keluarga kandung, tidak selalu bisa akur, harus bisa menyesuaikan diri, dan aku harus membantu pekerjaan-pekerjaan dirumah.
Hidup di rumah orang lain bukan berarti tanpa konflik, ya mau ga mau harus dihadapi sendiri. Sebenarnya hal ini masih menjadi kesesalan juga sih bagi orang tuaku, meninggalkan anak di usia masih anak2 di rumah orang lain karena ekonomi. Bukan mengagungkan materi, aku masih sangsi sama orang berpikir banyak anak banyak rejeki dan semuanya dipikirin nanti saja, hidup di ekonomi yang sulit itu ga enak, kasian yang kalau anak-anak yang jadi korbannya.
Saat menjalani hidup frugal living, ya benar-benar memilah dan memilih banget pengeluaran. Saat itu jarang banget beli baju baru, trus juga seragam sekolah aja pintar-pintar dirawat aja, cari sekolah yang dekat dari rumah dan ga bayar spp, buku-buku either photocopy atau ga ya minjam dari perpus. Ke gramedia cuma bisa beli satu buku doang dalam 1 semester, itupun nabung dulu. Kalau ada uang lebih di tabung, hampir ga pernah makan diluar, ibuku selalu masak, jalan-jalan juga dekat rumah aja.
Manfaatnya, selama hidup susah itu ga pernah terjerat hutang, nggak pernah nyusahin orang lain untuk memenuhi gaya hidup, emang sih kesannya prihatin. Tapi percaya ga sih hidup terlalu frugal begini banyak jugaloh negatifnya, orang lain selalu ngira kita miskin banget, orang lain selalu underestimate sama kita, bahkan keuargan ibuku aja ada yang bilang ke aku "kamu sekolah rajin-rajinpun ga akan bisa kuliah kayak orang-orang, kuliah kedokteran mahal dsb", begitulah celotehan orang-orang. Tapi anehnya aku ga tau punya mental sebaja itu saat itu, aku ga peduli apapun omongan orang lain tentang masa depanku, saat itu akupun juga belum kebayang sih mau sukses seperti apa, yang jelas aku cuma belajar sebaik-baiknya.
Selain itu ga enaknya lagi, ga punya budget nongkrong atau jalan-jalan sama temana-teman, jadinya ya ga punya banyak teman. Paling temanan dengan orang-orang yang ekonominya sama. Sayangnya selama aku sekolah dari SD hingga SMA, aku nggak pernah dapat beasiswa, ga ada orang yang nyangka aku hidup cukup prihatin, karena yang mereka lihat aku sekolah anaknya rapi, dan ga pernah diketahui orang-orang soal susah hidupnya. Saat masuk kuliah disitulah aku nekat mendaftarkan diri agar di daftarkan beasiswa, dan guru kaget karena baru tau kalau orang tuaku kerja ga menetap.
Singkat cerita aku kuliah, masih hidup frugal tapi setidaknya lebih layak, saat itu entah mengapa rezeki keluargaku membaik semenjak aku mulai kuliah. Meskipun mengandalkan beasiswa, tapi orang tua tetap membantu uang kos setiap bulannya. Aku tinggal di kosan yang murah, dan ya berusaha hemat juga karena anak rantau.
Singkat cerita aku lulus dan bekerja, harus menghidupi diri sendiri. Masih hidup frugal tapi setidaknya lebih baik, nggak yang susah lagi. Tapi emang pengeluaran yang butuh-butuh aja seperti makanan harus bergizi, tapi ya ga harus beli online terus atau di tempat yang fancy. Sesekali ya ada makan di luar pas nongkrong sama teman dan sebagainya. Tapi emang nggak ngikutin trend aja sih, ketika orang-orang pada beli iphone seri terbaru, ya aku masih stay dengan hp samsung yg harganya dibawah 4 juta. Beli hp baru kalau udah 3 atau 4 tahun pakai atau ga udah bener2 rusak. Beli baju yang emang nyaman dan oke di pakai berkali-kali.
Saat ini aku sudah 5 tahun bekerja, tabunganku lumayan cukup untuk orang-orang seusiaku. Sampai sekarang aku masih menjalani frugal living, tapi bukan karena keadaan tetapi emang karena pilihan. Aku punya target 4 sampai 5 tahun lagi punya jumlah aset tertentu, dengan income dan pengeluaran saat ini harusnya bisa tercapai. Setelah itu tercapai, mungkin aku ga akan frugal lagi, hidup normal dan mengutamakan kenyamanan juga tetapi pengeluarannya ga lebih dari pendapatan utamaku sebagai pns. Ya paling nanti aku bisa nabung dari honor perjalanan dinas, side hustle, dan return aset saja.
Untuk lepas dari kebiasaan agak sulit, memang harus bertahap, frugal living memang membuatku lebih mindful melakukan pengeluaran. Kalau ngikutin gaya hidup berapapun uang ga akan terasa cukup sih. Meningkatkan gaya hidup sangat lebih mudah ketimbang menurunkannya. Jadi ya sebenarnya frugal living juga ga buruk2 amat, frugal living karena keadaan emang rasanya menyiksa dan prihatin, tapi kalau frugal karena emang pilihan dan ada tujuan keuangan yang ingin dicapai tidak masalah, karena cara frugalnya beda. Saat frugal living karena keadaan, hampir totalitas banyak pengeluaran yang di cut, tetapi kalau karena pilihan memang karena ingin saving lebih aja, pengen lebih cepat financial freedom aja, memang sifatnya cuma nunda kesenangan aja tapi masih bisa have fun.
Frugal Living ada dampak negatifnya ga sih?
Akhir-akhir ini sering dibahas tentang gaya hidup frugal. Gaya hidup frugal, yang ditandai oleh pengeluaran yang bijaksana dan manajemen keuangan yang cerdas, telah mendapatkan perhatian yang cukup besar di masyarakat yang didorong konsumsi cepat saat ini. Mengembrasi gaya hidup frugal melebihi sekadar irit uang; ini adalah pilihan sadar untuk memprioritaskan nilai dan tujuan jangka panjang daripada kenikmatan yang sementara. Dengan mengadopsi pendekatan ini, individu dapat mengoptimalkan keuangan mereka, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, dan membina hubungan yang lebih berkelanjutan baik dengan dompet maupun lingkungan.
Gaya hidup frugal apa sih manfaatnya:
a. Kebebasan Finansial: Gaya hidup frugal membantu individu mengelola uang mereka dengan lebih bijaksana, menghindari hutang berlebihan, dan menciptakan kestabilan finansial jangka panjang.
b. Peningkatan Tabungan: Dengan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, orang dapat dengan mudah meningkatkan tabungan mereka untuk tujuan masa depan seperti pendidikan, liburan, atau dana darurat.
c. Pengurangan Stres Finansial: Memiliki kontrol yang lebih baik atas keuangan pribadi mengurangi stres yang terkait dengan ketidakpastian keuangan dan tagihan yang menumpuk.
d. Peningkatan Kreativitas: Gaya hidup hemat sering mendorong orang untuk menemukan cara kreatif untuk menghemat uang, seperti mendaur ulang barang atau mengeksplorasi hobi yang lebih terjangkau.
e. Kesadaran Lingkungan: Frugal living juga sering berdampak positif pada lingkungan, karena mengurangi konsumsi berlebihan dan meminimalkan dampak ekologis.
Namun dibalik manfaat tersebut, juga terdapat kekurangan:
a. Pembatasan Pilihan: Terkadang, gaya hidup hemat dapat membatasi kemampuan seseorang untuk menikmati kegiatan atau produk tertentu karena alasan anggaran.
b. Kehilangan Kenikmatan Sekarang: Fokus pada penghematan di masa depan mungkin menyebabkan orang melewatkan beberapa kesenangan atau pengalaman saat ini.
c. Sosial dan Budaya: Terkadang, mematuhi gaya hidup frugal bisa sulit dalam situasi sosial, seperti acara makan malam atau liburan dengan teman dan keluarga.
d. Potensi Kualitas Hidup Menurun: Terlalu banyak mengutamakan penghematan bisa menyebabkan pengurangan pada aspek-aspek yang dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti kesehatan atau pendidikan.
e. Persepsi Terhadap Gaya Hidup: Beberapa orang mungkin menganggap gaya hidup hemat sebagai tanda kesulitan finansial atau kurangnya kemampuan untuk menikmati hal-hal mewah.
Menurutku perlu menimbang dengan bijak terkait adopsi gaya hidup frugal living ini, jangan sampai dampak negatifnya lebih besar daripada positifnya.
Percaya atau Tidak
Percaya atau tidak sebenarnya dalam hidup ini kemampuan menerima itu penting.Walaupun pikiran berisik, harusnya begini, harusnya begitu, memandang dunia seoalah-olah hitam putih dengan rules yang kaku. Jujur bertemu orang seperti ini melelahkan bukan?. That's me wkwk. Aku bertemu orang seperti itu lelah, tetapi aku juga seperti itu haha. Misal, berangkat harus on time, semua on schedule, dan semuanya serius. Ketika aku dipressure seperti itu juga melelahkan.
Untuk bisa melepaskan itu semua memang perlu latihan. Hidupku memang tertarget sekali. Aku punya planning dan goals yang detail. Aku jarang membiarkan pikiranku menganggur.
Tapi sekarang itu aku di tahap mencoba menerima, kalau tuhan ga kasih apa yang aku harapin ya berarti mungkin memang aku belum sanggup mengembannya, mungkin aku mesti belajar lagi, atau mungkin ada opportunity lain yang jauh lebih baik. Aku belajar tidak memaksakan keadaan seperti yang aku mau.
Sekarang ini belajar untuk mensyukuri apapun yang dimiliki, sesederhana bernafas saja masih nyaman, sesederhana ga ada penyakit yang mengganggu, masih bisa berjalan normal dan sebagainya. Belajar untuk mencari kebahagiaan yang berasal dari internal diri, ngelakuin hobbi2 sederhana seperti nyanyi, atau menonton movie. Tidak terganggu dengan sikap orang lain seperti "harusnya dia perhatian sama aku", "harusnya dia ngajakin aku pergi", berpikir dengan pakem-pakem harusnya.
Betapa melelahkannya bukan? menunggu orang lain untuk melakukan hal seperti yang kita harapkan. Kenapa ga lakuin sesuatu yang bikin diri sendiri happy?. Aku pernah dengar ini dari Aderai, tentang bagaimana membiarkan diri kita berdamai dengan sepi. Justru pada saat sepi, inspirasi muncul, dan kita bisa mendengar suara hati. Belajar untuk tidak judgmental dengan apapun yang terjadi.
Aku menyadari, aku selama ini tidak sesayang itu pada diri sendiri. Aku memaksakan diriku harus produktif, dan sebagainya.
Wednesday, 12 April 2023
Tentang Jakarta
Aku sering penasaran orang-orang yang hidup di Jakarta gimana cara mereka atur waktu dan atur keuangan sehari-hari. Jakarta merupakan kota yang spesial menurutku, pergerakan yang cepat, keras, dan menuntut hustle culture banget. Udaranya udah ga sejuk lagi, panas, dan padat.
Salah seorang teman di kantor main ke mejaku, aku salah fokus sama wajahnya yang sedang masa penyembuhan sehabis perawatan laser di Nastasha. Jadi pada mulanya ngomongin terkait perawatan wajah hingga aku nanyain skincare apa untuk ngilangin bekas akibat jerawat.
Si mbak yang datang ke mejaku katanya sih hidup sendiri, trus aku nanya anak suami mereka dimana? di Serang, anak yang jaga ya neneknya. Dia tinggal di SCBD sehari-hari naik transportasi umum ke kantor, memakan biaya sekitar 56 ribu/harinya. Biaya makan 1 juta/bulannya. Kira-kira 2,5 juta perbulan, kontrakan 15 juta pertahun, listrik dan air mungkin belum termasuk. Pulsa, dan total-total mungkin ia menghabiskan 5 juta perbulan. Sisa pendapatannya dari dinas dan lain-lain di tabung.
Jujur aku pribadi tak begitu suka Jakarta, disini juga bingung cari tempat main kemana. Tapi kalau aku ditempatkan di Jakarta aku tetap bersyukur karena punya pacar disini, tapi kalau ditempatkan di daerah aku juga tetap bersyukur karena biaya hidupnya lebih murah dan bisa beli rumah yang ga jauh dari tempat kerja.
Kalau dipikir-pikir aku sebenarnya lebih banyak menghabiskan uang di Lifestyle sih, ketemu teman, jalan-jalan, nongkrong dan nonton di mall. Jakarta too much stress, gedung-gedungnya indah, tapi pepohonan kurang, padahal kantorku termasuk enak loh banyak ruang terbuka hijaunya. Entah karena kurang bersyukur apa gimana, emang akunya aja yang sekarang doyan leyeh-leyeh malas masak dan sebagainya.
Aku kayaknya emang kecapean aja sih sehari-hari, karena kerja sambilan juga ngajar, ya sepadan lah dengan self reward yang harus aku kasih ke diri sendiri.
Soal hubungan, cuma ini yang bikin Jakarta terasa menarik, karena ada Pacar disini. Baru sebulan jadian, terlalu cepat untuk membicarakan keseriusan. Aku ngelihat dia sehari-hari capek sih kerja dan masih ingin menikmati waktu bebas diluar jam kerja, akupun sama. Aku masih ingin menikmati hubungan ini untuk saling mengenal dia dan mendewasa. Terlepas happy ending atau tragis, aku tak menaruh ekspektasi lagi untuk sebuah hubungan, biarkan ngalir aja, setidaknya membuat Jakarta terasa lebih berwarna selain abunya langit akibat polusi ibukota.
Aku tahu persis masalahnya dimana, kakaknya harus menemukan pasangan dulu. Dia dan aku masih ingin punya ruang masing-masing. Belum kenal lama juga. Banyak trauma di hubungan-hubungan sebelumnya yang harus ku selesaikan juga. Penempatanku juga belum jelas dimana, bisa jadi saja kemungkinan terburuknya bisa putus karena sulitnya LDR.
Dilemanya seorang perempuan adalah soal umur, kejar-kejaran dengan umur dan batas kemampuan reproduksi. Umur bertambah, daya tarik menurun. Sementara itu di cap pilih-pilih. Perempuan banyak bingungnya, mempertahankan hubungannya yang ga tau ujungnya akan seperti apa, atau menerima org lain yang "katanya" serius dan profilnya juga bagus. Emang banyak sekali cobaannya, disaat memiliki pacar banyak sekali yang mencoba ngedekatin, ada yang ngajak taaruf, atau ngasih perhatian dan sebagainya. Disaat lagi jomblo kok pada ga ada yang deketin, kan sebel ya wkwk.
Hmm jujur menikah belum menjadi hal yang menarik dimataku. Tetapi limit dibuat oleh sosial sangat mengganggu pikiranku. Contohnya saja, aku selalu mengabaikan orang yang mencoba mendekatiku, sekalipun orang baik, profilnya cukup bagus, aku pastinya akan tetap setia dengan pasanganku karena dia aku pilih berdasarkan seleraku, berdasarkan kenyamanan yang aku rasakan, dan aku tertarik dengannya. Tetapi pikiranku juga suka bertanya-tanya, apa dia akan sesetia itu atau merasa aku menarik seperti yang aku rasakan terhadapnya?. Aku masih sering khawatir invest waktu, pikiran, dan kesempatan pada orang yang salah layaknya hubungan-hubunganku sebelumnya. Disaat aku sedang menarik-menariknya ada banyak laki-laki lain yang aku tolak demi dia. Pikiran-pikiran toxic ini yang ingin aku pulihkan dari diriku, karena aku masih trauma dengan hubungan terdahulu, berjalan cukup lama, ekspektasi serius, dan berakhir tidak direstui orang tua pihak dia lagi dan lagi. Kecewa, marah dan sedih menjadi akhir dari semua perjuangan. Aku tak masalah menunggu lama pun, asalkan memang akhirnya bersama. Tapi balik lagi dunia bukan dalam kontrol mu nis, bisa berencana, tetapi takdir yang menentukan. Lagi-lagi biasanya teman-temanku yang solehah akan menyalahkanku, jalannya salah sih, harusnya kamu cari pasangan lewat jalan taaruf saja bukan pacaran. Hmmm, sampai detik ini aku merasa takut dan cukup berisiko untuk memilih jalan itu terutama dengan orang yang baru ku kenal. Selain itu juga orang-orang yang mengajak taaruf pun, masih ku temukan hal-hal redflag yang kurang bisa ku kompromikan, misalnya cowok yang insecure karena pekerjaanku, cowok yang terlalu mengekang dan sepertinya demanding, dan sebagainya.
Sekarang cuma bisa berdoa, semoga apapun langkah yang aku pilih ke depannya itulah langkah yang terbaik. Dan semoga orang yang aku pertahankan saat ini, yang saat ini aku ngerasa udah nyaman, dan cocok sama dia, tidak mengecewakanku layaknya di hubungan sebelum-sebelumnya amiin.
Friday, 31 March 2023
Sunday, 26 March 2023
What are the negative impacts of dating?
Dating can have both positive and negative impacts on individuals. Here are some of the negative impacts that dating can have:
- Heartbreak: One of the biggest negative impacts of dating is the possibility of heartbreak. If the relationship ends badly, it can be emotionally devastating and can take a long time to recover from.
- Time and energy: Dating can be time-consuming and can require a lot of energy, especially if you are seeing multiple people or going on a lot of dates.
- Financial burden: Dating can also be expensive, especially if you are constantly going out to dinner, movies, or other activities.
- Unrealistic expectations: Some people may have unrealistic expectations when it comes to dating, which can lead to disappointment and frustration.
- Pressure to conform: There may be pressure to conform to societal expectations of what a relationship should be like, which can lead to stress and anxiety.
- Jealousy and possessiveness: Dating can sometimes bring out feelings of jealousy and possessiveness, which can be unhealthy and damaging to the relationship.
- Risk of abuse: Dating can also put individuals at risk of abuse, whether it be emotional, verbal, or physical.
It is important to remember that not everyone will experience these negative impacts, and dating can also bring many positive experiences and benefits. It's important to approach dating with an open mind and to prioritize your own well-being and safety.
Friday, 24 March 2023
Trust Issue sama diri sendiri
Hari ini lagi pusing beli tiket lebaran, bener-bener bingung beli tanggal berapa, gue salah beli tiket, ga efektif milih tiket aja ga dapat best choice dan best price aja rasanya sebel sama diri sendiri... gimana salah milih pasangan coba?
Makanya ngerasa trust issue sama diri sendiri, karena ga pinter milih, ga pinter ngambil keputusan, gampang stres kalau disuruh ngambil keputusan, selalu butuh validasi ketika disuruh ngambil keputusan.
Sampai kapan kayak gini? selalu marahin diri sendiri, tiba-tiba nangis, tiba2 ngerasa terpukul. Ini tuh ga cuma soal beli tiket, tapi soal gimana gue selama ini milih pasangan hidup, kenapa masih sendiri di usia segini karena itu, ga pinter milih, ga hoki, ga beruntung, ga nemu moment terbaiknya.
Selalu ketemu seseorang di waktu yang salah, selalu ngeperjuangin orang yang salah, wasting time, pusing dan jadinya overthinking, tapi berasa di kejar waktu kayak harga tiket, terlalu lama nunggu kepastian pengumuman cuti lebaran, dan tapi kalau terburu2 ya suka salah beli di tanggal berapanya.
Dan itu bener2 sama kayak nemuin pasangan hidup, usia under 30 rasanya ga siap, tapi kebingungan, milih A terlalu cepat pengen serius, pilih yang B rasanya dia terlalu main2 ga ada keseriusan juga tapi ngerasa cocok, pilih yang C kurang sreg tapi cukup kenal baik, setiap orang datang silih berganti, satu persatu, A, B, C pun menemukan pasangan hidupnya. B yang di kira sulit untuk serius ternyata malah serius dg org lain. Kadang nemu yang tepat tapi momennya ga tepat. Ketika usia diatas 30 mulai insecure udah jarang bgt yang ngedeketin.
Salah satu yang sering kepikiran kalau memutusan tergesa2, ga semua orang mentalnya stabil dan ga semua orang mentalnya dewasa banget, menikah ga ngelibatin diri sendiri doang, ada keluarga pasangan, ketika masih belum stabil tanpa disadari kamu bisa aja ga wise menghadapi mereka, maka terjadi cekcok. Saat belum mampu ngurus diri sendiri dengan benar, malah jadi kena marah karna ga bisa ngerawat suami dengan benar. Pengen nunda punya anak biar mendewasa dulu, tapi ternyata ga di bolehin, di khawatirkan ini itu, padahal yang tau mental kamu siap apa enggak ya dirimu sendiri. Tapi jawaban2 mereka adalah ya paksakan, siap ga siap harus siap, jangan cengeng, ditambah punya suami yang ga kooperatif, udah tau susahnya jaga bayi, ga bantuin cari baby sitter dsb, dan di rumah pengennya tau beres aja. Dan kekacauan ini kamu belum bisa handle, anak nangis terus rumah berantakan, dan bentar lagi harus masuk kantor.
Drama masuk kantor, pagi-pagi udah rempong nganterin anak ke daycare atau tempat penitipan, trus macet2an di jalan berangkat kerja, dan tiap hari 5/7 seperti itu. Pendapatan sebulan habis di jalan dan bayar penitipan anak. Udah ga bebas ketemu teman2, jalan2 dsb.
Ketika dekat sama seseorang gue selalu gamang, dan banyak pikiran2 yang berkeliaran "apa dia bisa kerja sama dg gue nanti?", "apakah dia akan ngepush gue ini dan itu?", "apakah dia akan mencoba untuk mengerti gue, saat messy conditian dia bantu gue sama2 cari solusi?", "atau gmana?".
Pertanyaan-pertanyaan yang suka ganggu, ketika nemu org yg katanya niat serius aku lihat dia terlalu demanding, ga punya hobbi yang sama, dan sebagainya, terlalu menggurui dan predict dia ga fun karena penuh tuntutan. Ketika nemu yang rasa-rasanya, kayaknya nyaman, bisa kerjasama, kayaknya mau sabar dan mau ngertiin, tapi ga ngeperjuangin dengan ortunya sampai tuntas, tapi ternyata belum selesai sama dirinya sendiri. Gitu aja terus siklusnya sampai frustasi, sampai udah nggak percaya sama maunya diri sendiri. Sampai rasanya capek sendiri. Suka ngiri lihat kisah orang-orang less drama, dan tau-tau nikah aja.
Rumput tetangga emang kelihatan lebih hijau, tapi ga pernah tau kisah yang sesungguhnya, ga ada yang tau strugglingnya orang-orang tersebut demi keutuhan rumah tangga, ada yang nekan ego sedalam-dalamnya, ada yang ngikhlasin mimpinya, ada yang rela capek bekasi jakarta karena keputusan bersama memilih tempat tinggal dengan suaminya.
I know what you feel nis, sebenarnya kamu nyaman hidup sendiri, less drama, less tuntutan, gampang ngambil keputusan karna yg di pertimbangin diri sendiri. Contoh, ga butuh sewa apartemen, atau nyicil rumah selama kerja di jkt, cukup nyewa 1 kamar dan lebih mudah kemana2 bisa pilih dekat kantor aja, dan lebih gampang nabung. Tapi ketika punya pasangan, kamu musti mikir space yang lebih luas, dengan harga yang sanggup di bayar, terkadang terpaksa mengorbankan jarak dan durasi di jalan yang lebih lama.
Saat sendiri pulang kantor jam 6, masih ada waktu buat side hustle dari jam 7 - 11 malam, kalau udah berkeluarga udah ga bisa gitu. Ini tuh nyaman banget buat kamu nis, tapi kamu suka worry kan, emang sampai kapan aku dalam zona nyaman seperti ini? apa ini aku selamanya hidup sendiri dan terus2an insecure lihat org2 sibuk dengan tumbuh kembang anaknya?.
pilihan yang dilema bukan?
Allah lebih tau tentangku daripada diriku sendiri, kalau aku yang milih berbagai opsi dan konstraint yang ada, aku sering salah milih. Bantu aku milih ya Allah, pilihin pilihan yang bikin aku nyaman :( .
Saturday, 11 March 2023
Asing
Ia masih asing bagiku, aku baru mengenalnya sebulan belakangan, diapun masih dalam tahap profiling aku. Ia dan pikirannya hanya teka teki bagiku. Aku hanya sibuk dengan perasaanku sendiri.
Aku juga tidak melihat sebuah ujung, aku hanya butuh manage ekspektasiku.
Aku tidak tau, aku rasanya kehilangan kepercayaan diri.
Aku ngerasa hanya akan jadi target yang akan di putuskan
Yang ku kelola hanya ekspektasiku
Kadang hidup itu membingungkan
I wish dia tidak mengenalku lebih jauh lagi
Aku bukan seperti org2 di sekitar dia yg setiap hari berbaur dengan dia
Apa ini yang dinamakan avoidant attachment, merasa risih ketika org lain menyelami kehidupan diri sendiri,
Tuesday, 7 March 2023
Apakah manusia adalah hormonnya?
Mengurai tentang manusia dan segala macam bentuk respondnya adalah seperti mengurai benang kusut satu persatu, ruwet dan kompleks, terutama tentang jiwa manusia, makanya ada keilmuan psikiatris. Manusia dapat berfungsi, berperan, dan produktif dengan baik ketika hormon-hormon di tubuhnya seimbang. Respondnya terhadap suatu kejadian bisa lebih stabil ketika hormonnya stabil.
Stres, tekanan, luka, genetik, trauma, cemas dan pengalaman membuat manusia kadang kehilangan kestabilan hormonnya.
Contohnya saat patah hati, tentu suasana hati sedang sedih, memakan makanan yang kamu sukapun tidak enak, padahal biasanya senang sekali, melakukan hobipun tidak bergairah. Apalagi sedang berduka trus terjadi sesuatu yang tidak mengenakan hati, maka rasanya cukup terpuruk ya.
Tapi ketika hari itu senang, bawaannya bahagia, sekalipun mengalami hal-hal yang mengesalkan di hari itu, dapat direspond dengan baik, tetap, tentram dan tersenyum.
Sunday, 19 February 2023
Definisi Bahagia
Waktu kecil dulu, bisa merasakan es krim kesukaan, makan makanan favorit, bermain bersama teman-teman, rasanya sudah cukup membahagiakan hati sepanjang hari. Banyak hal-hal sederhana yang ternyata menyenangkan, yang mana ketika dewasa definisi kebahagiaan pun berubah.
Ketika masuk masa sekolah, rasanya bahagia sekali bisa juara kelas, dapat nilai tertinggi di kelas, di puji guru karna pintar, di kagumi teman-teman sekolah, atau dikirimi surat cinta dari kakak kelas yang naksir. Dan bahagia sekali ketika di terima masuk salah satu kampus terbaik di negeri ini, banyak orang yang mengucapkan selamat atas pencapaian tersebut.
Ketika kuliah, bahagia sekali ketika mendapat nilai A, atau nilai UTS yang mendekati 100, atau argumen di kelas di puji oleh dosen, bahagia ketika libur semester dan bisa jalan-jalan.
Lulus kuliah, bahagia saat mendapat pekerjaan dan gaji, dan bisa melihat suatu nominal di rekening tabungan. Bahagia mendapat beasiswa, dan bahagia saat dapat extra income. Setiap level fase kehidupan trigger rasa bahagia itu menjadi berubah-ubah.
Di usia menjelang umur 30 tahun, suatu pencapaian kebahagiaan yang seakan-akan disepakati orang secara bersama-sama adalah memiliki pasangan hidup dan memiliki keturunan. Lantas, apakah karena itu menjadi tidak bahagia dan tertekan?. Kalimat pertanyaan tersebut menjadi penjaga kewarasanku ditengah gempuran undangan pernikahan dimana-mana.
Aspek yang mempengaruhi kebahagiaan setiap manusia itu berbeda-beda, bahagia yang pernah aku rasakan ya mungkin seperti cerita diatas, tapi bagi orang lain ya bisa jadi beda. Alangkah menyakitkannya hidup ini jika aku mendefinisikan kebahagiaanku sesuai standar kebahagiaan orang lain seperti menikah misalnya. Ketika aku tidak bisa mencapai itu di usiaku yang sebentar lagi memasuki 28 tahun, itu bukanlah kesalahanku, aku sudah berusaha membuka diri, mencari pasangan yang cocok, dan terus memperbaiki diri. Kegagalan dalam hubunganku sebelumnya bukan berarti aku tak berkualitas, bukan berarti aku aneh, mungkin saja aku salah dalam algoritma pencariannya selama ini sehingga yang muncul kharakter laki-laki yang seperti itu lagi dan lagi.
Lalu apakah aku harus panik dan terus memecuti diriku untuk memiliki pasangan di usia sebelum 30? tidak begitu konsepnya. Menikah itu bukanlah standar kesuksesan tetapi hanya salah satu bagian fase hidup yang dijalani manusia untuk melestarikan keturunannya, tetapi tidak semua manusia melewati fase itu contohnya saja bagi mereka yang mati muda dan belum menikah. Menikah butuh kesiapan, ilmu, butuh kemapanan dalam emosional, dan finansial. Ketika dalam perjalanan usaha belum menemukannya, bukan berarti hidup ini akan selesai disitu. Bisa jadi dengan tertundanya meraih itu, jadi punya waktu lebih bersama diri sendiri, punya waktu lebih untuk mengembangkan karir, punya waktu lebih untuk selesai dengan diri sendiri dulu. Menikah itu ya sama orang yang membuat kita tertarik dan yakin mengarungi hidup bersama dia, bukan untuk ikut-ikutan.
Pernah gagal dalam 1 aspek kehidupan, bukan berarti tidak bahagia dan seakan-akan gagal dalam hidup. Banyak aspek kehidupan yang bisa memunculkan kebahagiaan, ada karir, pendidikan, agama, keuangan, keluarga, kesehatan dan lain-lain, tidak hanya relationship saja.
Gratitude Journal
Friday, 10 February 2023
Self Esteem
In the past month, my mood has been quite low, self-esteem has decreased, I don't know exactly why, maybe it was because of the failure I had experienced. Today I want to say something to myself.
"Hi nis, having failed is normal, worrying is normal. There is always a chance to fix everything. When one door is closed in your life, it means you need to try to open another door. In life, it doesn't always go smoothly, your sadness and worry That's valid. But what you're experiencing right now isn't just you who feel it, there are millions of people who feel it.
And don't often compare yourself to others. The life you are living right now who knows is the life that other people dream of. You just compare yourself today with yourself in the past, I wonder if it was a stock, how many times has the IPO price increased? Because the zero point is that people are different, don't ever get hung up on your flaws.
You've failed, it doesn't mean there's nothing good in your life. I understand your shortcomings, things that happen are beyond your control. ".
There are many things to be grateful for in life, parents who are still there, opportunities for education, current jobs, and health that God has given us. Everyone is basically good, depending on how we look at it.
From now on you can rebuild your new targets. Life don't stop here. Many things can be improved. Always remember that in life our duty is to try.
Sunday, 15 January 2023
Mudah Menuduh
Akhir-akhir saya bingung, kadang suatu kebetulan menjadi bencana . Entah mengapa saya dituduh memberi tag nama yang salah pada seseorang, nama yang aku sendiri ga kenal. Kok rasanya sakit ya di tuduh seperti itu.
Ada apa dengan orang ini, jelas saja petunjuk yang jelas bahwa tidak cocok. Mudah sekali ia berprasangka buruk pada orang lain. Mudah sekali negatif thinking. Orang lain yang salah tag, saya yang kena tuduh.
Entahlah, I don't care. Aku tidak ingin melihat ke belakang.
Silahkan ngomong semaumu, Semua kebetulan menjadi sasaran. Ada baiknya tidak usah berurusan dengan orang-orang seperti ini.
Sangat mengganggu.
-
Di postingan sebelumnya saya sudah pernah bahas tentang jurusan teknik sipil itu belajar apa aja, sekarang aku mau bahas suka dukanya belaja...
-
Di postingan sebelumnya saya sudah cerita tentang perjuangan saya sampai keterima di ITB, nah kali ini saya akan bercerita tentang penga...
-
1. Sebuah kolom berukuran 400 mm x 400 mm dengan tinggi 5,5 meter memikul beban mati sebesar 45 ton dan beban hidup sebesar 30 ton. Beban ...
-
Hello semua, Berawal dari sebuah pertanyaan seorang murid SMA yang bertanya mengenai perjuangan saya masuk salah satu kampus idaman sisw...
-
Pada postingan ini, aku mau cerita tentang pengalamanku belajar desain interior secara otodidak alias sebagai amatiran. Perlu di tekankan a...
-
11. Mata kuliah yang menurut kakak paling susah di takhlukan di teknik sipil ada ga? Mata kuliah yang agak sulit menurut saya ad...
-
Ini mie goreng khas Padang yang aku bikin 3 hari lalu... Karena banyak yang nanya resepnya gimana, baiklah aku akan berbagi resep dengan ...
-
Aku mengawali pekerjaan setelah 2 bulan lulus dari kampus menjadi junior civil engineer di konsultan teknik sipil di Bandung. Seleksi masuk...
-
Alhamdulillahirrabil alamin... Saya sangat bersyukur telah menamatkan kuliah S1 saya dan mendapat gelar sarjana. Alhamdulillah saya di b...
-
Waktu dan energi adalah satu kesatuan yang sulit di pisahkan dalam rutinitas sehari-hari, sehingga harus di kelola dengan baik. Waktu, ener...