Saturday 4 May 2019

Nikah Muda

Sebetulnya postingan aku tentang nikah muda ini, bukan karena aku telah menjalani nikah muda wkwk, aku sama sekali belum menikah. Ini hanya pandanganku tentang nikah muda. Beberapa kali aku mendapat saran ataupun pernyataan tentang anjuran menikah "kalau udah nemu parnert hidup, ataupun pasangan cocok, solusinya ya menikah. make it simple", itu kata mereka. Namun pikiran yang berkelabat di kepalaku bukan se simple itu. Nikah bukan cuma tentang kamu dan dia, tapi tentang kehidupanmu dan kehidupannya. 

Ketika buka instagram, seringkali berkeliaran foto-foto teman yang nikah, ada yang lagi hamil, dan ada juga yang udah lahiran. Aku bahagia melihat mereka, bukan iri. Tapi bukan berarti aku tak pernah ingin memiliki kehidupan seperti itu juga, tapi ga se simple itu. Masa lalu dan pengalaman kehidupan setiap orang beda-beda. Kedua hal itulah yang membuat aku berpikir bahwa membangun rumah tangga itu ga simple. Kehidupan setelah menikah, bukan hanya enak-enak di atas ranjang, tetapi juga jutaan konflik yang mesti di selesaikan.

Aku tidak pernah menyalahkan atau kontra terhadap orang yang menikah muda, tapi aku hanya menjelaskan bahwa itu tidak cocok jika jalani oleh diriku, dan itu terang-terangan aku beri tahu pada seseorang yang aku suka. Banyak perempuan yang mendesak pasangan atau pacarnya untuk segera menikahinya, sementara pasangannya belum siap secara finansial, aku mengerti mengapa banyak perempuan melakukan itu, karena beberapa alasan, umur yang udah makin menua, takut dosa dan sebagainya. 

Bukan matrealistis ataupun bagaimana, menjalani kehidupan berumah tangga memang ga cukup hanya dengan cinta, walaupun cinta memang landasan yang penting. Tapi setidaknya, coba lah belajar mengestimasi, apakah cukup safe dengan keadaan yang ada untuk menjalani rumah tangga?. Untuk menikah, memang tak harus punya rumah dulu, tapi setidaknya perkirakan apakah pendapatanmu bisa menghidupi minimal dirimu berdua saja dulu?, minimal apakah kamu sudah bisa mengelola keuanganmu secara baik?, kalau masih di support orang tua terus-menerus sampai kapan?. Biaya akan semakin lebih besar ketika kamu punya anak, biaya melahirkan, biaya pendidikan anak dan sebagainya?.

Teman-temanku yang sudah menikah, memang rata-rata mereka sudah mampu secara finansial, atau minimal suaminya punya usaha ataupun pekerjaan yang bagus, atau separah-parahnya punya keluarga yang siap siaga menyuport keadaannya ketika jatuh. Menurutku, ya pantas-pantas saja mereka menikah muda. 

Tapi keadaan orang lain belum tentu cocok dengan diri kita kan?. Kalau aku memang memilih untuk selesai dengan diriku sendiri dulu, pengalaman masa lalu masih membuatku trauma untuk menjalani pernikahan di bawah umur 26 tahun. Aku tidak ingin anak-anakku kelak merasakan hidup terlalu keras, aku ingin memutus mata rantai kesulitan finansial di keluargaku. Sebetulnya, seburuk-buruknya kondisi ekonomi keluargaku, kami tidak pernah berhutang, ataupun meminta-minta pada orang lain ataupun saudara, namun pada kenyataannya tetap saja sering di hina, di caci, di remehkan, direndahkan oleh keluarga sendiri, bahkan aku di perlakukan hampir seperti pembantu di rumah nenekku sendiri di masa kecil hingga remaja. Hinaan paling pedih yang pernah ku terima bahwa diriku tak punya masa depan, dan tidak akan sekolah tinggi. Bukan dendam, tapi kata-kata itu sering kali masih tergiang di telingaku. Itulah yang mendasari mengapa aku tidak memiliki kecendrungan untuk nikah muda.


No comments:

Post a Comment