Friday 27 December 2019

5 Hari Unproductive

5 Hari unproductive ini terjadi selama libur di Padang, saya merasa Padang begitu panas gerah dan tidak bersemangat mengerjakan apa-apa lantaran rumah yang pengap dan udara yang panas luar biasa. Setiap hari yang di rasakan berkeringat dan benar-benar gerah. Padahal sudah banyak rencana yang akan di eksekusi untuk mengisi liburan, belajar bahasa inggris, belajar sketch up dan lain-lain.

Sering kali saya hanya melihat timeline story teman, ada yang ulang tahun libur akhir tahun, dan ada juga yang mengeluh soal ia kehilangan tujuan. Teman saya ini seorang PNS di kementrian dan sayapun sering membaca blognya, ia mengikuti CPNS atas dasar saran dari orang tuanya, yup teman-teman saya banyak yang begitu juga kok. PNS menjadi pekerjaan comfort bagi banyak orang, kadang sebagai pengamat saya pun mempertanyakan, menjadi PNS itu beneran keinginan banyak teman saya atau mereka hanya mewujudkan keinginan orang tuanya yang dulu belum terwujud? PNS merupakan pekerjaan impian generasi X, ya generasi orang tua kita.

Tapi sebagian lain generasi Y banyak mendobrak hal-hal baru dalam dunia karier, pekerjaan dan usaha. Sebagian dari mereka berkata, "saya tak suka waktu kerja reguler 08-00 - 17.00, saya ingin berdikari. Lihat saja, hanya baju kaos saja yang jual ini semua dapat membiayai S2 saya dan keuntungan yang saya raih 2 digit setiap bulannya".

Salah seorang teman saya lainnya, mengeluh sulit tidur, ada saja yang menjadi pikirannya saat akan memejamkan mata. Hal ini juga yang pernah terjadi setelah saya lulus, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang diimpikan. Namun setelah mendapat beasiswa S2, saya tak pernah lagi memikirkan itu, yang saya pikirkan adalah bagaimana caranya perkuliahan S2 lancar dan lulus tepat waktu. Mungkin setelah lulus S2 saya kembali susah tidur.

Tuesday 17 December 2019

Skill-skill yang mesti kamu pelajari di era 4.0

Skill di era digitalisasi - Sumber: Freepik


Era digitalisasi semenjak berkembangnya internet aku mengamati bahwa batas itu hampir saja tidak ada. Perkembangan start up menjamur, lahirnya skill-skill baru dan bahkan banyak profesi baru seperti youtuber, sosial media spesialis, digital marketing, web designer, selebgram dan berbagai macam profesi yang tidak pernah di duga sebelumnya bermunculan. Teknologi sangat membantu manusia terutama bidang-bidang pekerjaan yang sifatnya repetitif. Tapi di balik itu semua ada banyak juga profesi yang punah, contohnya saja Penjual Kliping, era internet membuat semua orang mudah mendapatkan apa yang ingin diketahui. 

Tentunya kita sebagai manusia tidak ingin tergilas dengan kemajuan teknologi ini, beradaptasi dan terus meningkatkan kemampuan diri serta kemampuan belajar dan meakukan action terhadap yang di pelajari adalah hal yang penting untuk tetap survive dan mapan di masa depan. Adapun skill-skill yang perlu di kembangkan di era 4.0 sekarang ini adalah:

1. English
Skill berbahasa inggris dari dulu hingga sekarang seperti mutlak untuk bisa jika ingin merambah ke berbagai hal,  dalam pekerjaan, business, hingga akademikpun kemampuan bahasa inggris akan sangat membantu.

2. Analitis
Kemampuan berpikir kritis dan menganalisa sesuatu dengan tepat sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di dalam pekerjaan yang berhubungan dengan data dan menerjemahkan data.

3. Berbicara dan Menulis
Menulis yang tak hanya sekedar menulis, namun menulis yang benar, mampu mempengaruhi orang lain dan kaya akan informasi (tak semua orang dapat melakukannya) serta berbicara, orang yang pandai menulis belum tentu pandai berbicara. Untuk melatih kemampuan ini tak hanya sebentar, butuh waktu dan pengalaman untuk bisa mencapai optimal. Memang ada orang-orang yang terlahir sangat cekatan dalam menulis dan berbicara, jelas dan lancar tanpa gugup karena memang bakat.

4. Design
Design artinya mencipta (creation), memnculkan yang tidak ada menjadi ada atau memodifikasi yang ada menjadi optimal. Dan designpun bermacam-macam cabangnya, mulai dari design interior, design struktur, design web, dan lain-lain.

5. Entrepreneurship
Era digital membuat business sangat pesat, orang yang semula tidak pernah berbusiness malah menjadi berbisnis. Namun perlu di pahami bahwa entrepreneur bukan hanya sekedar berjualan, namun juga mengelola penjualan tersebut dalam bentuk system yang mana akan sangat banyak bidang dalamnya, marketing, funding, sales, sdm, rnd, dan lain-lain. Hal yang terpenting dalam business bukan hanya keuntungan tapi growth dari usaha tersebut.

Itulah sekian dari Cerita Annisa minggu ini semoga memberikan inspirasi.






Monday 9 December 2019

Rendahnya Minat Lulusan Teknik Sipil Bekerja di Engineering

Hari ini saya mengikuti seminar mengenai Inovasi Jembatan Lengkung Terpanjang dengan Radius Terpendek. Secara garis besar seminar ini berisikan tentang bagaimana jembatan lengkung ini di desain, dari sekian alternatif mengapa yang dipilih jembatan bentuk jembatannya seperti itu, dan peraturannya mengacu dari mana saja. Di akhir acara seorang dosen memotivasi kami untuk berkiprah di engineering, kata beliau hanya 20 hingga 30 % dari kami yang tetap bekerja di engineering setelah lulus dari teknik sipil. 

Secara statistik, teman-teman angkatanku 25% berkiprah jadi PNS, 15% di kontraktor, di Bank? agak 25%, di konsultan sipil ya bisa di hitung jadi sajalah 10%, yang lainnya ada yang studi S2 ada juga yang di start up, berbisnis, atau tidak bekerja. Dan teman-temanku yang masih bekerja di konsultan pun masih mengupayakan diri untuk berpindah dari konsultan.

Di konsultan memang cukup menyenangkan, setidaknya jadwal jauh lebih flexible di banding perusahaan swasta, bank dan sebagainya, apalagi tinggal di bandung, beuh lebih enak lagi, udara yang sejuk dan kota yang indah. Rasanya tidak bisa naif juga, bahwa alasan teman-temanku untuk tidak bertahan lama di konsultan adalah masalah gaji, tunjangan, jenjang karir, asuransi kesehatan, dan pensiun. Sangat sulit memang untuk menemukan konsultan yang memberi karyawan dengan komponen lengkap seperti itu. Yang difasilitasi biasanya gaji bulanan, thr, bonus akhir tahun setengah dari gaji, atau jalan-jalan 1x dalam setahun. Basic asuransi, seperti BPJS ketenagakerjaan pun juga tidak. 

Biasanya beberapa orang yang bekerja di konsultanpun untuk bertahan mencoba nyambi pekerjaan sampingan lainnya entah berjualan online dan atau nyambi proyekan kecil juga. 

Turn over karyawan konsultan sangat tinggi, rendahnya aturan dan juga rendahnya motivasi karyawan untuk bertahan, rata-rata fresh graduate yang bekerja sambil bekerja juga sambil menunggu kesempatan lain datang, seperti CPNS, seleksi BUMN dan sebagainya.

Sekedar informasi, rata-rata gaji fresh graduate lulusan S1 teknik sipil bekerja di konsultan di beberapa konsultan di Bandung, mulai dari 3.500.000, ya naik sejalan pengalaman dan durasi bekerja. Ya memang sangat ngepas sekali dengan biaya hidup, rata-rata biaya hidup sebulan di bandung sekitar Rp. 2.500.000 hingga Rp3.000.000,- bagi yang mmerantau tentu butuh biaya tikut pulang setiap tahunnya paling tidak harus menyisihkan Rp 500.000 perbulan tiket pulang. Ya tentu ini sangat nge pas ya. Tapi untuk mencari pengalaman kerja tentu tidak apa.

Sedikit mengulas mengenai motivasi seseorang dalam bekerja menurut Maslow:

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

Dalam teori maslow terdapat 5 pkok kebutuhan manusia yang palingmendasar, antara lain:
1.Kebutuhan Fisiologis
2.Kebutuhan Keamana dan keselamatan
3.Kebutuhan akan rasa cinta
4.Kebutuhan Pengghargaan
5.Aktualisasi Diri

Teori Kebutuhan (sumber:lecture.bdyzone.com)

Jadi rendahnya minat lulusan teknik sipil untuk berkiprah di engineering ya bukanlah sesuatu yang bisa kita tampikan, bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang pindah pekerjaan yang tidak lagi linier dengan basic keilmuan yang digali disaat S1.

Ya itulah sedikit sharing dari cerita Annisa kali ini, semoga bermanfaat.


Sunday 8 December 2019

Pengalaman saya dalam menjalani hidup minimalis.



Saya menjalani hidup minimalis bukan saya sengaja, namun keadaan hidup yang menuntun saya dan keluarga menjalani hidup minimalis. Sebelum aku mengenal marie kondo, dan siapapun yang menggempar-gemporkan mengenai konsep hidup minimalis tanpa kusadari ternyata aku sudah menjalaninya sudah sejak lama, pelopornya adalah ibuku sendiri.

Bermula dari keadaan, ibuku hanya ibu rumah tangga, dan ayah tenaga outsourcing untuk jadi pengawas proyek yang pendapatnya tidak tetap. Sebagai pengelola keuangan keluarga, ibu benar-benar memangkas pengeluaran sangat ketat. Kami hampir tidak pernah beli baju (hanya memanfaatkan baju yang dikasih adik bungsu ibuku, sisa-sisa jualan di toko), kalaupun beli baju ya seragam sekolah, bahkan seragam sekolahku aku wariskan pula pada adikku, kami sangat-sangat minimalis. Minimalis akibat keadaan wkwk.

Terlepas karena keadaan, kebiasaan yang sudah terbentuk semenjak kecil itu membuat kebiasaan hidup seperti itu hingga dewasa. Membeli sesuatu kalau benar-benar butuh dan penuh pertimbangan kapan perlu feasibility study dulu atau pakai metode AHP (mulai lebay) untuk menentukan pilihan optimum. Oleh karena itulah, saya orangnya menjadi sangat terencana, tidak bisa random tiba-tiba beli ini beli itu, dan sangat benci hal yang mubazir.

Sampai teman saya pernah bertanya "kalau pergi les, kok baju kamu itu-itu aja, pas jalan-jalan bajunya ternyata bervariasi juga". Aku merasa biasa saja dengan pertanyaan itu. Baju yang sedikit juga tetap hidup kok. Yang penting, rapi, bersih dan nyaman. Toh kita juga bukan siapa-siapa, publik figure juga bukan yang mana pakaiannya sampai di soroti.

Saya merasa senang dan bahagia sudah menjalaninya sejak dulu. Karena bagi saya hidup minimalis juga berkontribusi untuk menjaga alam. Contoh simplenya saja, dengan saya memaksimalkan umur pakai barang yang saya gunakan, maka secara langsung saya mengurangi pembelian barang baru dan buangan sampah ke lingkungan.

Contoh simple yang selalu saya terapkan, membawa botol minum isi ulang kemana pergi, selain sangat hemat, mengurangi penggunaan plastik.




Masa lalu walaupun hidup pas-pasan, membuat saya menjalani hidup minimalis tanpa effort keras, karena memang sudah terbiasa dan dibiasakan.