Sunday 14 January 2018

Bangun Rumah Sendiri atau Beli dari Developer???




Postingan ini saya tuliskan terinspirasi ketika saya membuka story salah satu selebgram yang saya follow di instagram. Di postingan video tersebut ia tengah berada di sebuah mobil bersama seorang laki2, mempromosikan 2 tipe rumah. Rumah yang pertama seharga 1 M, rumah yang ke 2 seharga 699 juta dengan tipe 70 m2 , dengan sedikit halaman, saya perkirakan luas tanahnya mungkin 90m2 berlokasi di Padang.

Tiba-tiba sayapun mencoba mengestimasi berapa sih biaya kalau misalnya kita bangun sendiri, alias nggak ngelibatin developer gitu. Jadilah saya cobain tuh ilmu estimasi biaya yang pernah saya pelajari selama kuliah di sipil. 

Asumsi2 yang di gunakan dalam perhitungan:
- Ini adalah estimasi konseptual, belum ada gambar detail untuk mengestimasi volume peerjaannya
- Rumah 1 Lantai dengan pondasi batu kali
- Kolom dan Pelat Lantai Beton
-Atap Baja Ringan
-Tanpa Pagar seperti video
- Lokasi dilihat tidak berada di daerah ramai/niaga, sehingga kemungkinan harga tanah murah asumsi 750 ribu/m2
- Engineer, Arsitek, Kontraktor dan Kepala Mandornya saya sendiri wkwk,,, jd ga perlu di hitung biaya desain dsb

Pondasi beserta galian: 15 jt terpasang
Pelat Lantai : 7,35 jt terpasang
Kolom: Kolom 3,024 jt terpasang
Pasangan Bata : 24 jt terpasang
Atap: 24 juta terpasang
Plesteran: 12,1 jta terpasang
Acian: 6,5 jta terpasang
Cat: 13 jt include interior dan exterior terpasang
Keramik: 6,3 terpasang
Tulangan (asumsi 1% beton) : 29 juta terpasang
Pekerjaan Elektrikal lumpsump: 5 juta terpasnag
Pekerjaan Mekanikal Lumpsump 6 juta terpasang
Pintu jendela kanopi : 16 jt terpasang
Pekerjaan Ceiling: 9 jt terpasang
Pekerjaan finishing minimalis: 15 jta terpasang
Harga Tanah: 86 juta
------------------------------------------------------------+
235 juta
asumsi lagi nih, mungkin aja hitungan saya eror 50% (soalnya estimasi konseptual itu kisaran eror nya 50%)
Jadi biaya total + kemungkinan eror = 352.5 juta


Jauh lebih murah kan kalau kita bangun sendiri??. 

Kalau beli ke developer wajar jadi lebih mahal, karena kita terima jadi. Mereka butuh margin juga untuk hasil usaha mereka. Mengapa di developer bisa lebih mahal? ada indirect cost yang belum kita perhitungkan, seperti overhead kantor dan lapangan, pajak, biaya marketing, biaya perizinan, biaya desain, biaya resiko, contingensi (salah satunya bayar uang keamaanan). Yup banyak sekali kan ya, apalagi jadi developer jual rumah itu nggak bisa laku cepat, buat nunggu rumah terjual itu lumayan lama, nah karyawan kantor kan tetap harus di bayar, trus sewa kantor jalan terus, ditambah lagi tagihan bank beserta bunganya.

Keuntungannya beli rumah dari developer ya kita terima instan dan jadi, bisa langsung di tempatin kapan aja.

Kerugiannya: kita nggak tau kualitas rumah tersebut lebih detail. Tahan gempa apa enggak wkwk. Nggak tau juga itu sengkang tulangannya di pasang kayak apa. 

Karena saya lulusan teknik sipil, dan ayah saya arsitek, saya lebih prefer untuk ngebangun rumah sendiri tanpa developer, walaupun prosesnya lama. Hitung-hitung saya nerapin ilmu ketekniksipilan saya, atau hitung-hitung belajar jadi kontraktor dalam skala kecil.




Thursday 11 January 2018

Masa Depan

Masa depan adalah rahasia dari Allah.
Dan masa lalu adalah pelajaran.
Masa sekarang adalah perjuangan.

Ada yang tau ga kita hidup sampai kapan? Mati itu adalah masa depan. Kapan tanggalnya, cara meninggalnya kita tidak akan pernah tahu.

Seperti mati, Akhirat juga masa depan.

Untuk masa depan yang baik, perlu persiapan yang baik sejak dini.

Tulisan ini hanya sekedar share di tengah malam

Wednesday 10 January 2018

Woman in Engineering





Postingan ini terinspirasi dari suatu ketika saya melihat seorang perempuan berumur 26-30 tahun yang bekerja di kontraktor. Kesan  pertama saya ketika bertemu bahwa dia adalah sok-sok perempuan yang mandiri, rajin, smart,  strong and brave. Sangat cool sekali saya lihat ketika dia menjelaskan mengenai pekerjaan yang sedang berjalan di lapangan yang penuh tekanan, tak banyak saya lihat perempuan seperti ini.

Dewasa ini dapat kita lihat bahwa jumlah perempuan berkuliah di jurusan teknik semakin banyak, entah memang emansipiasi atau entah pengaruh globalisasi yang mana semakin tebukanya informasi bahwa di dalam pendidikan ini tidak lagi mengenal gender. Namun ketika lulus, beberapa pekerjaan ada yang membatasi persyaratannya gender. Hal ini saya buktikan sendiri waktu itu, CV saya di tolak sebuah perusahaan tambang karena saya perempuan. 

Ya perempuan tetaplah perempuan. Secara fisik perempuan memanglah lebih lemah di banding laki-laki. Namun hasil riset saya dengan cara membaca-baca pengalaman para perempuan di lapangan, ternyata perempuan banyak terlibat dalam problem solving ketika di lapangan, karena dalam negosiasi ternyata perempuan lebih pandai wkwk.

Dalam pandangan saya, woman in engineering adalah sok-sok perempuan yang tidak hanya ingin perannya sekedar di dapur dan di kasur, tetapi mereka-mereka ini adalah orang-orang yang membangun peradaban baru, bahwa perempuan mestilah pintar dan kuat. 

Saya sering kali mendapat pertanyaan seperti ini:
"Mengapa kamu masuk jurusan teknik?, ini kan jurusan laki-laki, kenapa bukan jurusan Manajemen, Kedokteran atau Akuntansi saja?".

Kadang aku bertanya balik, "Memangnya salah ya perempuan kuliah teknik?. Bagi saya pribadi, saya memilih masuk jurusan teknik sipil karena memang suka dan tertarik mempelajarinya. Walaupun seandainya 5 tahun ke depan saya hanya menjadi ibu rumah tangga pun, tak ada penyesalan bagi saya, saya tidak akan merasa ilmu saya tidak berguna. Karena bagi saya sekolah ataupun kuliah itu untuk mencerdaskan, mengasah cara berpikir, dan memperluas pengetahuan".

Tak usah khawatir, jika memang setelah lulus banyak pekerjaan yang tidak feasible bagi seorang perempuan lulusan teknik, saya justru merasa banyak lahan pekerjaan yang sesuai dengan perempuan, seperti : bekerja di konsultan, menjadi PNS, menjadi dosen, dan menjadi penulis.







Friday 5 January 2018

Dahulu

Dahulu kita adalah bayi kecil yang terlahir dengan suara tangis
Menghirup udara kemerdekaan dan melihat dunia 
Tumbuh dan dibesarkan ayah dan bunda penuh kasih sayang 
Pelan pelan kita mulai pandai berbicara dan berjalan 

Di taman kanak-kanak ibumu menunggu di luar kelas 
Sebuah kotak nasi dan air minum telah ia siapkan untukmu 
Bell sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat
Kau membawa buku tulis dan memperlihatkan jumlah bintang yang kau dapat

Hari demi hari berlalu, kau semakin tumbuh besar 
Kadang kau merajuk karena keinginanmu tak terpenuhi 
Kadang kau mengganggu adikmu yang masih kecil 
Kadang-kadang kau bermain hingga larut sore 

Kini kau dewasa dan pergi jauh dari rumah 
Ayah dan ibumu makin renta dan menua 
Di sebuah persimpangan kau kebingungan 
Apa aku terus mengejar mimpi atau aku harus pulang?

oleh: Annisa W


Aku Ingin Kembali Ke Masa Lalu

Aku ingin kembali ke masa lalu
Menjadi anak gembala
Melintasi pematang sawah
Di waktu menjelang petang

Aku ingin kembali ke masa lalu
Berlarian bersama teman-teman
Tertawa bahagia
Di bawah derainya hujan

Aku ingin kembali ke masa lalu
Menghirup aroma pantai
Menulis sajak-sajak puisi
Dari bisikan ombak

Aku ingin kembali ke masa lalu
Menapaki pematang yang kecil
Dan memandangi luasnya sawah
Bersama rasa kebebsan

Aku ingin kembali ke masa lalu
Menembus ruang dan waktu
Dalam sketsa cerita masa muda
Yang begitu berharga

Karya : Annisa Wisdayati

Mengejar Bayang-Bayang Dan Kemana Aku Akan Pulang (2)

Sebut saja ini adalah kisah seseorang yang sampai detik ini mencari jati dirinya, seseorang yang tersesat di suatu malam yang sunyi, berjalan sendiri di saat udara begitu dingin, tak ada seorangpun yang berani keluar rumah kecuali dia, yang terlihat hanya jendela tertutup rapat dan lampu pijar benderang. 

Aku tidak tahu akan memulai cerita ini darimana, entahlah aku tidak tahu kata pengantar yang tepat untuk memulai kisah ini. Setiap orang dalam hidup ini pasti memiliki mimpi, begitupun aku, dan orang-orang sekitarku. Baik, tanpa mukadimah yang panjang, aku ingin mulai saja cerita bersajak ini, apa kau tau maksud nya mengejar bayang-bayang?.

Sebenarnya ini hanyalah kisah klasik yang sering dialami anak-anak SMA yang memiliki cita-cita yang tinggi dan ingin membuat bangga keluarganya, ataupun orang lain disekitarnya. 

"Wah si tetangga masuk SMA favorit, mungkin saja aku bisa ... ", 

Yup takdir terus melaju mengantarkanku pada apa yang kau pikirkan, kau menggerakan setir kehidupan ke arah sana, kau meninggalkan teman-teman smp dan bertemu orang-orang baru. Tak mengapa, kau ingin sedikit lebih maju, pikirmu. Kehidupanpun berjalan damai.

Para alumni dari universitas datang, mengenakan jaket almamaternya dan siap membuatmu jadi pemimpi berikutnya.

"Wah keren sekali, kampusnya yang bergengsi, andai aku dapat berkuliah disana juga ya?", 

Kau kembali bermimpi, dan mengusahakan dengan apa yang kau lihat. Jika kehidupan ini adalah sebuah perjalanan, dan kau mengendarai dirimu. Lagi-lagi keinginanmu terwujud, entah ini permainan takdir, atau hanya keberuntungan semata. 

Kehidupanpun terus melaju, dan kau pun tak ingin diam, terus melaju dan seiring berjalannya waktu kau terus bergerak maju dengan setir kehidupanmu mengikuti bayang-bayang yang kau tuju. Sampai bayang-bayang yang kau ikutipun hilang. Dan kau terhenti, kau kembali sadar, mengapa selama ini mengejar bayang-bayang, walaupun kau mengedalikan setir hidupmu, tapi bukan kau yang menentukan arahnya, kau hanya mengikuti bayang-bayang.

Yup, bayang-bayang itu menuntun alam bawah sadarmu. Apa ini permainan takdir, ataukah hanya sekedar konsekuensi logis dari tindakan dan keputusan yang telah kau lakukan belakangan ini. Benar ataupun salah dengan yang telah terjadi, tak mengapa, ini semua hanyalah mengenai pilihan hidup, mencoba dan terus mencoba, dan biarkan takdir yang membenturkan diri ini, yup percayalah takdir akan pelan-pelan membimbingmu pulang, walau kau jauh tersesat setelah berjalan ribuan kilometer mengejar bayang-bayang.









Mengejar Bayang-bayang dan kemana akan kembali pulang

Waktu yang terus bergerak, atau aku yang tetap disini.
Aku pernah berpikir, apakah aku yang tidak mampu mengiringi jalannya waktu?.
Aku berhenti sejenak, mengumpulkan sisa-sisa tenaga di dalam tubuhku,
Sejenak aku duduk dan terdiam menghimpun tenaga dari alam,
Aku tanyakan pada diriku, apakah aku bergerak sampai detik ini mengikuti mauku?
Apakah aku bergerak karena aku mengikuti bayang-bayang orang lain di depanku?
Beberapa tahun lalu, iya...
Bayang-bayang itu berlari begitu cepat, dan menghilang di suatu perimpangan,
Aku kebingungan...
Persimpangan ini begitu sunyi, aku tak melihat notifikasi atau petunjuk,
Aku yang semula tak punya tujuan,
Aku buta dengan langkah ini,
Persimpangan ini begitu sunyi,
Aku tak melihat siapapun agar aku dapat bertanya,
Apa karena aku berjalan saat dini hari?
Apa karena aku tidak sabar, untuk diam sejenak menunggu pagi?
Aku bergerak dengan intuisi yang ku miliki,
Berjalan melewati lorong-lorong gang sempit,
Aku kembali bertanya, apa aku tersesat?
Ini bukan seperti tujuanku,
Aku menyadari, sudah teralu jauh berjalan dari rumah,
Apa aku kembali pulang saja?
Atau aku harus menunggu pagi dan menikmati ketersesatan ini?